Beberapa teman yang sedang menekuni Pengobatan Islam pernah bertanya : “
Apakah membekam dengan alat modern blood lancet ( tusukan ) tak sesuai
dengan sunnah?” Bagaimana penjelasan syar’inya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu disebutkan terlebih dahulu
beberapa teks hadits yang berhubungan dengan bekam, diantaranya :
Pertama : Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Nabi Shallallahu A’laihi Wassallam bersabda :
الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ فِي شَرْطَةِ مِحْجَمٍ أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍ أَوْ كَيَّةٍ بِنَارٍ وَأَنَا أَنْهَى أُمَّتِي عَنْ الْكَيِّ
“Terapi pengobatan itu ada tiga cara, yaitu; sayatan bekam, minum madu
dan kayy (menempelkan besi panas pada daerah yang terluka), sedangkan
aku melarang umatku berobat dengan kayy.” (HR. Bukhari, no : 5680 ).
Kedua : Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “Aku pernah
mendengar Rasulullah Shallallahu A’laihi Wassallam bersabda :
إِنْ كَانَ فِي شَيْءٍ مِنْ أَدْوِيَتِكُمْ أَوْ يَكُونُ فِي شَيْءٍ مِنْ
أَدْوِيَتِكُمْ خَيْرٌ فَفِي شَرْطَةِ مِحْجَمٍ أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍ أَوْ
لَذْعَةٍ بِنَار وَمَا أُحِبُّ أَنْ أَكْتَوِيَ
“Apabila ada kebaikan dalam pengobatan yang kalian lakukan, maka
kebaikan itu ada pada sayatan bekam, minum madu, dan sengatan api panas
(terapi dengan menempelkan besi panas di daerah yang luka) dan saya
tidak menyukai kayy.” (HR. Bukhari, no : 5704 dan Muslim, no : 2205).
Dua hadits di atas dan hadits-hadits yang lain, semuanya menyebutkan
dengan kata syarthotu ( sayatan ), dan tak ditemukan kata “ tusukan “
atau “suntikan” satupun dalam hadits-hadits di atas.
Makna Syarthoh
Kata Syartoh berasal dari rangkaian tiga huruf : syin, ra’ dan tho’,
yang mempunyai arti tanda atau sesuatu yang terjadi pertama kali.
Surthoh dipakai untuk menyebut polisi, karena polisi menggunakan
tanda-tanda khusus ( seragam ) ketika mereka bertugas. ( Ibnu al
Mandhur, Lisan Al Arab, 7/329-331). Syarith dipakai untuk menyebut
pita-pita kaset, karena di dalamnya ada tanda-tanda tertentu sehingga
bisa mengeluarkan suara jika dihidupkan. Asyrath As Saa’ah, dipakai
untuk menyebut tanda-tanda hari kiamat atau bisa diartikan
kejadian-kejadian yang mengawali datangnya hari kiamat.
Dari keterangan di atas, maka bisa kita katakan bahwa Syarthotu Hijamah
dalam hadits di atas bisa diartikan sayatan bekam, karena sayatan
merupakan tanda dari adanya praktek bekam pada tempat sayatan tadi, atau
bisa dikatakan bahwa sayatan tadi merupakan awal kerja sebelum
dimulainya proses pembekaman.
Al Mula Ali Al Qari’ di dalam buku Mirqah al Mafatih ( 13/258 )
menyebutkan bahwa Asy Syartah adalah memukul tempat yang dibekam agar
keluar darinya darah, maksudnya di sini adalah asy-syaq
(membelah/menyayat).
Mihjam ( alat ) atau Mahjam ( tempat ) ?
Bekam dalam bahasa Arabnya adalah al Hijamah yang berasal dari kata Al
Hajmu artinya menyedot. Dikatakan : Hajama ash-Shobiyu tsadya ummihi,
artinya bayi itu menyedot susu ibunya.
Tetapi para ulama berbeda pendapat di dalam mengeja bunyi hadits di
atas, apakah dibaca Mihjam ( dengan kasrah ) yang berarti alat bekam
atau Mahjam ( dengan fathah ) yang berarti tempat yang dibekam.
Berkata Al Hafidz Al Munawi : Maksud dari kata “Syarthotu Mahjam“ adalah
mengeluarkan darah dengan bekam. Adapun “asy syartah “ adalah menyayat
tempat yang dibekam untuk mengeluarkan darah. Adapun kata “Mahjam“
(dengan fathah) adalah tempat yang dibekam. Disebut secara khusus “
bekam “, karena kebanyakan pengobatan yang disertai pengeluaran darah
dari tubuh, rata-rata menggunakan metode bekam. ( Al Munawi, At Taisir
bi syarh al Jami’ ash shoghir, Riyadh, Maktabah Imam Syafi’I, 1988 : 1/
756 ) Di dalam buku Faidhul Qadir ( 3/41 ), beliau menyebutkan bahwa al
Mihjam ( dengan kasrah ) adalah botol yang dipakai oleh orang yang
membekam yang di dalamnya akan terkumpul darah. Adapun al Mahjam (dengan
fathah) adalah tempat sakit yang ingin dibekam, dan inilah yang
dimaksud dalam hadits di atas.
Sedangkan Al Hafidz Ibnu Hajar Al Atsqalani di dalam Fathu al Bari (
10/141 ) mengatakan bahwa yang benar adalah “ Mihjam“ dengan
mengkasrahkan huruf mim, yang berarti alat. Hal ini dikuatkan oleh Imam
Suyuti di dalam buku ad-Dibaj ‘ala Muslim ( 5/220 ) yang menyebutkan
bahwa Syarthotu Mihjam adalah besi yang dipakai untuk menyayat bagian
yang dibekam agar darah bisa keluar. Hal sama juga disebutkan oleh Imam
Nawawi dalam bukunya al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Dar Ihya At Turats :
14 /197
Kesimpulannya bahwa Mihjam adalah alat untuk membekam, sebagian ulama
mengatakan bahwa maksudnya adalah botol tempat untuk menyedot dan
menampung darah, tapi ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya adalah
pisau untuk menyayat tempat yang dibekam.
Kenapa menggunakan sayatan ?
Sayatan di dalam bekam dimaksudkan agar darah yang kotor ( blood
letting) bisa dikeluarkan. Rasulullah Shallallahu A’laihi Wassallam
dalam hadits-haditsnya menyebutnya kata sayatan, dan itu merupakan
metode membekam yang waktu itu paling populer di masyarakat dan
ternyata juga, metode yang paling baik dan ideal secara umum.
Metode sayatan dalam bekam mempunyai beberapa keunggulan dibanding metode yang lain, antara lain
1. Lebih sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu A’laihi Wassallam, karena beliau mengajarinya demikian.
2. Luka sayatan menimbulkan luka yang pinggirnya tajam tapi merata, di
samping itu luka di dalamnya lebih sempit atau kecil dibanding dengan
luka yang di permukaan. Luka jenis ini lebih mudah disembuhkan dan akan
bisa segera kembali normal.
3. Luka sayatan hanya mengenai pembuluh darah kecil, sehingga darah yang
keluar adalah darah kapiler. Oleh karenanya dianjurkan untuk menyayat
ringan saja dengan kedalaman kira-kira 0,1 mm, yaitu sayatan yang tidak
mencapai pembuluh darah arteri maupun vena.
Di sisi lain, jika membekam dengan menggunakan metode tusukan benda tajam, kadang akan menimbulkan beberapa efek, diantaranya :
1.) Jika menggunakan jarum rendah mutunya (mudah bengkok/patah) lebih
rentan ketika digunakan untuk menusuk daerah yang mau dibekam, jika
jarum terlalu kecil dan patah, tentunya sulit untuk diambil.
2.) Luka tusukan pada kulit menyebabkan lubang pada permukaan kulit,
lubang tersebut lebih kecil ukurannya dibanding dengan lubang yang di
dalam kulit.
3.) Luka tusuk juga bisa menyebabkan luka yang lebih dalam pada
organ-organ atau pada pembuluh darah. ( lihat buku Sembuh Dengan Satu
Titik, hlm : 112 )
Bolehkah Menggunakan Selain Sayatan ?
Sebagaimana disebut di atas, bahwa hadits Rasulullah Shallallahu A’laihi
Wassallam di atas menunjukan cara membekam dengan menggunakan metode
yang paling baik dan ideal secara umum.
Tetapi metode itu, bukanlah satu-satunya yang harus digunakan. Karena
pernyataan Rasulullah Shallallahu A’laihi Wassallam tersebut bersifat
anjuran, bukan kewajiban, atau kita katakan bahwa metode sayatan di
dalam membekam adalah metode yang popular di masyarakat pada waktu itu,
sehingga masih membuka peluang bagi metode-metode lain.
Oleh karenanya, dibolehkan juga bagi para pembekam untuk menggunakan
metode lain yang sesuai dengan keadaan pasien itu sendiri, karena tak
semua pasien dapat diterapkan kepadanya bekam dengan sayatan. Ada
bagian-bagian tertentu yang memang tidak memungkinkan untuk disayat, dan
justru harus menggunakan lanset atau ditusuk. Atau bisa juga, sebagian
pasien merasa ketakutan dan trauma dengan alat-alat sayat seperti
pisau bedah dan sejenisnya, sehingga mau tak mau metode dengan lanset
lah yang dipilih.
Bahkan pada keadaan tertentu, metode bekam dengan sayatan tak
dianjurkan, umpamanya pada anak-anak penderita dehidrasi, atau
kekurangan cairan. ( Syihab Badri, Bekam Sunnah Nabi, hlm : 77 ) Metode
bekam tanpa sayatan ini juga bisa dilakukan untuk menghilangkan rasa
nyeri, melenturkan otot-otot pada punggung dan badan bagian belakang,
serta bisa juga untuk membuang angin.
Kesimpulannya, bahwa bekam dengan metode sayatan memang disunnahkan dan
banyak memberikan manfaat yang positif, tapi ada juga bekam dengan
metode lain yang bermanfaat bagi penyakit tertentu. Semuanya insya Allah
dibolehkan dan dianjurkan selama tujuannya adalah meringankan beban
pasien. Wallahu A’lam
(Disari dari Tabloid Bekam Edisi 1, Cetak Ulang)