Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada pasien bekam, maka secara hukum agama, tukang bekam tidaklah bertanggung jawab untuk memberi ganti rugi kepada pasien, asalkan dia membekam sebagaimana permintaan pasien dan pada diri tukang bekam tersebut terpenuhi dua syarat.
Pertama, telah bersikap profesional dalam melakukan bekam, sehingga bisa membekam dengan baik. Kedua, tidak kelewat batas dalam melakukan tindakan untuk kasus semisal yang ditanganinya.
Dasar hukum dalam masalah ini adalah hadits berikut,
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ تَطَبَّبَ وَلاَ يُعْلَمُ مِنْهُ طِبٌّ فَهُوَ ضَامِنٌ
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan praktik pengobatan padahal dia tidaklah dikenal menguasai dunia pengobatan, maka dia bertanggung jawab memberi ganti rugi jika pasien dirugikan.” (Hr. Abu Daud, no. 4586; Dinilai hasan oleh al-Albani)
Secara tidak langsung, hadits di atas menunjukkan bahwa jika seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang pengobatan melakukan praktik pengobatan dan dia tidak melakukan malpraktik, lalu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (dalam praktik pengobatannya), maka itu di luar tanggung jawabnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Masukan Komentar, Saran, Ide Dari Anda..