Oleh: Ihsan Tandjung
Koran
Republika edisi Sabtu 25 April 2009 memuat sebuah berita yang
sebenarnya sangat penting bagi ummat Islam. Letaknya di pojok kanan
halaman 12. Berita itu memuat hasil temuan LPPOM Majelis Ulama Islam
Sumatera Selatan yang menyimpulkan bahwa Vaksin Meningitis mengandung
enzim porchin dari babi. Bayangkan..! Vaksin yang selama ini diharuskan
bagi calon jamaah haji ternyata mengandung zat najis, bukan sekedar
haram. Kita tahu bahwa dalam ilmu fiqh membersihkan tubuh dari bahan
najis sejenis babi mengharuskan kita mencuci bagian tubuh yang tersentuh
najis itu dengan air sebanyak tujuh kali dan salah satunya dicampur
dengan tanah. Lalu bagaimana caranya bila zat najis itu dimasukkan ke
dalam tubuh kita? Adakah cara untuk membersihkannya? Padahal di antara
dampak barang haram, apalagi najis, yang masuk ke dalam tubuh seorang
muslim ialah tidak bakal dikabulkannya doa. Begitu kurang lebih
penegasan Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam. Berarti para
jamaah haji kita yang sudah bersusah payah dengan biaya besar pula pergi
ke tanah suci, ternyata dengan syarat vaksin ini justru menyebabkan
berbagai doa yang diajukannya di tempat-tempat mustajab menjadi sia-sia?
Wallahua'lam.
"Kemudian
Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam menyebut tentang seseorang yang baru
pulang safar lalu menengadahkan tangannya ke langit berdoa: "Ya Rabb,
ya Rabb." Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram
dan ia menyantap apa-apa yang haram. Bagaimana yang demikian bisa
dikabulkan? " (HR Muslim 1686)
Tulisan
ini tidak dimaksudkan untuk membicarakan solusi dari masalah di atas.
Kami cuma ingin mengingatkan pembaca bahwa zaman yang sedang kita jalani
dewasa ini memang sungguh zaman yang tidak berfihak kepada Islam dan
kaum muslimin. Kita sedang menjalani era paling kelam dalam sejarah
Islam. Inilah babak keempat dari era Akhir Zaman. Inilah babak
kepemimpinan para mulkan jabbriyyan (raja-raja / penguasa-penguasa yang
memaksakan kehendak sambil mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya).
Sesudah runtuhnya tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara ummat
Islam -yakni al-khilafa al-Islamiyyah- maka Allah menyerahkan giliran
kepemimpinan ummat manusia kepada kaum kuffar. Apalagi setelah memasuki
era globalisasi semakin tampak saja dominasi kaum kuffar atas kehidupan
manusia di planet bumi ini. Dengan komandan negara Amerika Serikat di
bawah konsultan Yahudi, dunia digiring menjauh dari nilai-nilai Rabbani.
Pantas bilamana seorang ulama Pakistan bernama Imran Hussain berkata:
"We are living in a godless civilization." (Kita sedang hidup dalam
peradaban yang tidak bertuhan).
Problem
vaksinasi hanyalah salah satu contoh kasus dari dominasi nilai-nilai
kafir yang sedang mendominasi dunia dewasa ini. Pada hakikatnya segenap
lini kehidupan dunia modern dewasa ini sarat dengan permasalahan jika
ditinjau dengan perspektif ajaran Allah Al-Islam. Ketika dunia dipimpin
oleh kaum kuffar wajarlah bila kita temukan berbagai lini kehidupan
ummat manusia menjadi bermasalah. Semua ini tidak terlepas dari fakta
bahwa para pemimpinnya sendiri tidak mengerti arah dan tujuan hidup di
dunia. Lalu bagaimana lagi bisa diharapkan mereka dapat mengantarkan
ummat manusia yang mereka pimpin menuju arah dan tujuan yang jelas dan
benar?
Seorang
penulis muslim berkebangsaan Inggris bernama Ahmad Thomson menulis
sebuah buku berjudul "Dajjal:The Anti-Christ." Buku ini telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi "Sistem Dajjal." Dalam
bukunya ia menjelaskan bahwa sejak hampir satu abad yang lalu dunia
makin hari makin membentuk dirinya menjadi sebuah Sistem Kafir yang
lebih cocok disebut sebagai Sistem Dajjal. Ia berpandangan bahwa Dajjal
memiliki tiga sisi tampilan. Pertama, sisi sebagai gejala sosial budaya
global. Kedua, Dajjal sebagai kekuatan gaib yang tidak tampak kasat
mata. Dan ketiga, Dajjal sebagai individu atau oknum. Keberadaan sistem
dan para pengurusnya itu, merupakan bukti dari Dajjal sebagai gejala
sosial budaya global dan Dajjal sebagai kekuatan gaib. Dilihat dari
semua pertanda yang nampak dewasa ini, kedua sisi Dajjal tersebut - yang
akan dijelmakan oleh si Dajjal sendiri - sudah sangat kentara, ini
berarti kemunculan Dajjal sudah sangat dekat.
Jadi
berdasarkan tulisan Ahmad Thomson dewasa ini Dajjal sebagai gejala
sosial budaya global dan kekuatan gaib yang tidak tampak kasat mata
sudah mewujud. Tinggal Dajjal sang individu atau oknum yang belum
muncul. Seluruh nilai-nilai yang berlaku dalam sistem Dajjal secara
diameteral bertentangan dengan nilai-nilai Sistem Kenabian. Sebab sistem
Dajjal berisi nilai-nilai kekafiran sedangkan sistem Kenabian
mengandung nilai-nilai keimanan. Baik itu dalam bidang ideologi, sosial,
politik, seni-budaya, ekonomi, pendidikan, hukum, militer dan
pertahanan keamanan. Tentu tidak ketinggalan ia juga mencakup aspek
kehidupan yang disebut dengan dunia medis. Coba perhatikan kutipan
tulisan Ahmad Thomson di bawah ini:
Sebagaimana
sistem pabrik dan sistem pendidikan kafir, sistem medis kafir
dijalankan bak sebuah bisnis. Sistem medis kafir tak begitu peduli pada
penyembuhan dan apa yang bermanfaat atau tidak. Bahkan merupakan sebuah
bisnis besar bagi perusahaan-perusahaan farmasi yang memasok obat-obatan
dan peralatannya, seraya memelihara beribu-ribu pekerja yang dikaryakan
untuk menambal para pasien, agar mereka pun bisa dikaryakan. Kini, kita
lebih sering mendengar mahasiswa kedokteran berbicara mengenai
gaji-gaji besar yang mereka cita-citakan - apabila telah lulus ujian dan
mendapat secarik kertas - dibanding dengan berbicara mengenai cita-cita
mereka untuk menyembuhkan banyak manusia, atau berbicara mengenai
bagaimana cara mencapai penyembuhan tersebut.
Ahmad
Thomson menggambarkan sistem medis kafir sebagai sebuah bisnis besar
yang berkembang guna melestarikan proses produsen-konsumen. Sistem
medis dalam sistem Dajjal tidak pernah dimaksudkan untuk benar-benar
menghapus penyakit dan menimbulkan kesehatan. Ia malah melestarikan
penyakit dengan mencekoki masyarakat obat-obatan kimiawi yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia. Itulah sebabnya industri farmasi menjadi
industri yang sangat profitable (menguntungkan secara bisnis). Tak
kecuali fenomena yang disebut dengan vaksinasi. Vaksinasi merupakan
salah satu cara massif untuk menimbulkan ketergantungan masyarakat
kepada sistem medis dan sistem farmasi kafir.
Dalam
sebuah situs bernama informationliberation: The news you're not suppose
to know terdapat sebuah video yang menjelaskan bahaya vaksinasi bagi
ummat manusia. Video tersebut melibatkan para dokter medis, peneliti
dan pengalaman beberapa orang tua dalam hal vaksinasi. Video tersebut
bernama Vaccination:the Hidden Truth (Vaksinasi: Kebenaran yang
Disembunyikan). Sudah banyak orang menjadi sadar untuk meninggalkan
budaya vaksinasi sesudah menonton video ini. Bagi yang berminat silahkan
click
http://www.informationliberation.com/?id=13924. Di dalam situs itu ditulis:
"Find
out how vaccines are proven to be both useless and have harmful effects
to your health and how it is often erroneously believed to be
compulsory." (Temukan bagaimana vaksin terbukti sia-sia belaka dan
malah mengandung efek berbahaya untuk kesehatan Anda dan bagaimana ia
sering keliru diyakini sebagai wajib)
Saudaraku,
sungguh terasa bahwa zaman yang sedang kita jalani dewasa ini
benar-benar merupakan zaman penuh fitnah. Seandainya Allah tidak
melindungi dan merahmati kita, niscaya kita terancam oleh kekuatan kaum
kuffar yang setiap saat menebar kemudharatan. Kemudharatan mana tidak
hanya mengganggu aspek fisik diri kita, melainakan mencakup aspek
pemahaman bahkan aqidah kita.
Hidup di babak keempat era Akhir Zaman sungguh menuntut kita untuk sangat memperhatilkan peringatan Allah di bawah ini:
"Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang ada di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah)." (QS Al-An'aam ayat 116)
Ya
Allah, tunjukkanlah kepada kami bahwa yang benar itu benar, dan berilah
kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunujukkanlah kepada kami bahwa
yang batil itu batil, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.
Berita
yang memuat hasil temuan LPPOM Majelis Ulama Islam Sumatera Selatan
yang menyimpulkan bahwa Vaksin Meningitis mengandung enzim porchin dari
babi ternyata berbuntut panjang. Bagaimana tidak, sebab Vaksin
Meningitis diharuskan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi bagi calon jamaah
haji Indonesia, bahkan seluruh jamaah haji sedunia. Anggota Majelis
Pertimbangan Kesehatan dan Syara' (MPKS) Departemen Kesehatan (Depkes),
Prof Jurnalis Udin berkata: ''Pemerintah berniat melindungi rakyat,
karena Pemerintah Arab Saudi mewajibkan calon jamaah haji harus divaksin
supaya tidak terserang meningitis.'' (Koran Republika Kamis, 30 April
2009 pukul 23:27:00) Mau berangkat melaksanakan ibadah malah disyaratkan
untuk dimasukkan terlebih dahulu zat najis ke dalam tubuh para hamba
Allah tersebut..! Kalau kita ikuti pemberitaan soal kasus ini -di harian
yang sama- ternyata pendapat yang muncul saling kontra satu sama lain.
Ada sementara fihak yang terkesan meringan-ringankan masalahnya dan ada
fihak lainnya yang tampak sangat peduli dan prihatin.
Pertama,
hasil temuan LPPOM Majelis Ulama Islam Sumatera Selatan tersebut sudah
melewati forum diskusi dengan para pakar, diantaranya pakar farmakologi
Prof Dr T Kamaluddin Ketua Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
(Unsri), pakar penyakit dalam dan pakar dokter anak. Artinya, ini bukan
sekedar suatu lontaran yang diajukan oleh sekumpulan ulama yang hanya
bergerak di bidang ilmu agama Islam semata. Ternyata mereka dengan
penuh tanggung-jawab sudah melibatkan fihak yang memang membidangi
urusan terkait. Sehingga sangat tidak pantas jika Departemen Kesehatan
(Depkes) meragukan dugaan temuan LPPOM MUI Sumatra Selatan tentang
kandungan enzim babi dalam vaksin meningitis (radang selaput otak) yang
biasa digunakan jamaah haji dan umrah Indonesia. Jadi apa yang mereka
sampaikan tentang vaksin meningitis yang mengandung enzim babi bukan
tanpa melalui kajian. (Republika Newsroom Senin, 27 April 2009 pukul
11:42:00)
Sekretaris
MUI Sumsel KH Ayik Farid berkata: "Dalam Rakernas MUI sudah kami
sampaikan bahwa proses pembuatan vaksin meningitis tersebut menggunakan
enzim porchin dari binatang babi. LPPOM MUI Pusat juga sudah mengakui
itu, namun karena sudah ada kontrak pengadaan vaksin tersebut selama
lima tahun maka penggunaannya tidak bisa diganti." (Republika Newsroom
Senin, 27 April 2009 pukul 11:42:00)
Benarkah
hanya karena terlanjur sudah ada kontrak pengadaan vaksin selama lima
tahun, maka penggunaannya tidak bisa diganti? Walaupun itu berarti
mewajibkan terus-menerus jamaah haji untuk memasukkan ke dalam tubuhnya
-lebih tepatnya ke dalam darahnya- zat najis yang tentunya bisa
merusak ke-mabrur-an ibadah hajinya?
Kedua,
ternyata kasus vaksin meningitis mengandung enzim babi ini merupakan
kasus lama. Pemerintah -dalam hal ini Depkes dan Depag- sudah mengetahui
hal ini sejak lama. Bahkan Direktur LPPOM MUI, Nadratuzzaman,
mengatakan bahwa pemerintah sendiri sudah mengetahui kasus ini, tapi
hanya mendiamkan saja. Laa haula wa laa quwwata illa billah...! Jadi,
ini bukan suatu kasus yang baru terdeteksi sekarang. Ia sudah diketahui
sejak lama. "Nadratuzzaman menyayangkan sikap pemerintah yang hanya
berdiam diri, padahal mereka sudah tahu masalah ini sejak lama. Pihaknya
mengaku telah mengirimkan surat berkali-kali ke Departemen Kesehatan
agar mengganti vaksin yang mengandung enzim babi itu. "Tapi, tidak ada
balasan. Mereka hanya menganggap kita membuat resah masyarakat," ujarnya
menegaskan." (Koran Republika Rabu, 29 April 2009 pukul 23:41:00)
Mengapa
kasus yang demikian besar pengaruhnya bagi ke-mabrur-an jamaah haji
dibiarkan berlarut-larut oleh pemerintah cq Depkes dan Depag?
Ketiga,
pejabat tertinggi di kedua departemen yang paling bertanggungjawab
dalam masalah ini tidak memberikan respon sebagaimana mestinya. Malah
terkesan mengelak atau menyalahkan fihak lain. Menteri Kesehatan
misalnya malah membantah tanpa pikir panjang bahwa vaksin Meningitis
mengandung enzim babi. "Depkes pernah melakukan penelitian kandungan
vaksin itu dan ternyata negatif mengandung enzim babi. ''Tidak ada itu,
tidak betul tuh,'' ujar Menteri Kesehatan (Menkes), Siti Fadilah Supari,
dalam pesan singkatnya yang diterima Republika, Senin (27/4)."
(Republika Newsroom Senin, 27 April 2009 pukul 16:52:00)
Tanggapan
Menteri Agama bahkan terdengar lebih aneh dan cenderung menyalahkan
fihak lain: ''Saya sangat kecewa dan menyayangkan cara penyampaiannya
yang dilakukan MUI. Mestinya, cukup disampaikan kepada kami, Menteri
Agama dan Menteri Kesehatan. Sehingga, tidak membuat gelisah calon
jamaah haji,'' papar Menag. (Koran Republika Selasa, 28 April 2009 pukul
23:33:00)
Apakah
respon kedua petinggi ini mencerminkan sikap bertanggung-jawab? Apakah
mereka berdua tidak memahami efek syar'i yang ditimbulkan sebagai akibat
adanya kandungan enzim babi di dalam vaksin Meningitis bagi jamaah
haji? Ataukah keduanya memang sudah terikat dengan sebuah "protap" yang
harus dipatuhi sehingga mereka terkesan menganggap remeh perkara ini?
Keempat,
selama ini pemerintah berlindung dibalik status hukum "darurat"
sehingga vaksin yang mengandung zat najis tetap diberikan kepada jamaah
haji kita. Pemerintah berdalih bahwa vaksin Meningitis sangat penting
untuk mencegah terjadinya penularan penyakit mematikan radang selaput
otak sedangkan vaksin dengan kandungan enzim babi tersebut merupakan
satu-satunya solusi untuk mengatasinya. Jadi, dalam rangka menghindari
suatu kemudharatan yang lebih besar maka diambillah kemadharatan yang
lebih kecil, yaitu memandang "halal" apa yang asalnya "haram" .
Namun
Sekretaris Umum MUI Pusat Ichwan Syam berkata: ''Tapi setelah kita
yakin ada gantinya, apalagi saya dengar Malaysia sudah menggunakan
vaksin dari sapi, tentunya lain masalahnya." Lebih lanjut Ichwan Syam
menegaskan bahwa pemerintah harus proaktif mencari pengganti vaksin
tersebut. (Republika Newsroom Jumat, 01 Mei 2009 pukul 11:35:00)
Senada
dengan itu Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ali Mustafa Yakub
menuturkan, penggunaan vaksin meningitis berenzim babi diperbolehkan
dengan syarat: pemakaian vaksin itu diharuskan dan bisa berbahaya bagi
keselamatan jiwa, bila tak menggunakannya, sedangkan vaksin halal tak
ada. Hal itu disebutnya sebagai kondisi darurat. ''Namun, jika setelah
ada solusi, maka vaksin yang mengandung enzim babi itu harus diganti.''
(Koran Republika Sabtu, 02 Mei 2009 pukul 23:37:00)
Kelima,
ternyata bukan hanya vaksin Meningitis yang mengandung enzim babi.
Tetapi banyak vaksin lainnya mengandung enzim babi serupa. Hal ini jelas
diutarakan oleh Direktur LPPOM MUI Nadratuzzaman. Ia berkata: "Ini
masalah lama, kita tahu, Depertemen kesehatan juga tahu. Banyak vaksin
yang mengandung enzim babi, bukan hanya vaksin meningitis saja."
(Republika Newsroom Selasa, 28 April 2009 pukul 19:29:00).
Masalah
vaksinasi dengan kandungan enzim babi merupakan masalah khusus bagi
umat Islam. Umat lainnya tidak peduli dengan halal-haramnya vaksinasi.
Namun perlu diketahui bahwa bagi mereka yang bukan muslim vaksinasi juga
merupakan masalah, sebab dari segi kesehatan fisik ternyata juga
mengandung mudharat. Dan tentunya jika secara fisikpun ia membawa
mudharat, bararti bagi ummat Islam lengkaplah sudah alasan untuk
meninggalkan vaksinansi sepenuhnya. Vaksinasi haram secara tinjauan
syar'i dan ia mudharat secara tinjauan medis.
Dalam
sebuah situs bernama informationliberation:The news you're not suppose
to know terdapat sebuah video yang menjelaskan bahaya vaksinasi bagi
ummat manusia. Video tersebut melibatkan para dokter medis, peneliti
dan pengalaman beberapa orang tua dalam hal vaksinasi. Video tersebut
bernama Vaccination:the Hidden Truth (Vaksinasi: Kebenaran yang
Disembunyikan). Sudah banyak orang menjadi sadar untuk meninggalkan
budaya vaksinasi sesudah menonton video ini. Bagi yang berminat silahkan
click
http://www.informationliberation.com/?id=13924 Di dalam situs itu ditulis:
"Find
out how vaccines are proven to be both useless and have harmful effects
to your health and how it is often erroneously believed to be
compulsory." (Temukan bagaimana vaksin terbukti sia-sia belaka dan
malah mengandung efek berbahaya untuk kesehatan Anda dan bagaimana ia
sering keliru diyakini sebagai wajib)
Keenam,
benarkah vaksin Meningitis merupakan suatu persyaratan yang tidak bisa
tidak bagi setiap calon jamaah haji? Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI, KH
Ali Mustafa Yakub mensyaratkan dua hal untuk menetapkan suatu keadaan
darurat, yaitu: (1) pemakaian vaksin itu diharuskan dan bisa berbahaya
bagi keselamatan jiwa, bila tak menggunakannya; serta (2) vaksin halal
tidak tersedia.
Baiklah,
andai kita asumsikan bahwa memang vaksin halal bisa diperoleh, lalu
apakah itu sudah cukup alasan untuk mewajibkan jamaah haji diberikan
"vaksin Meningitis halal" tersebut? Pernahkah para pakar medis
benar-benar melakukan penelitian untuk membuktikan bahwa keselamatan
jiwa terancam bila vaksin tersebut tidak diberikan? Benarkah selama ini
vaksin Meningitis memang efektif untuk mencegah penularan penyakit
radang selaput otak? Apakah tidak ada satupun jamaah haji Indonesia
yang mencapai duaratusribuan orang lolos masuk ke tanah suci tanpa
diberikan vaksin Meningitis? Lalu kalau benar ternyata ada yang lolos
pernahkah kita mendengar kabar jamaah Haji Indonesia meninggal lantaran
penyakit mematikan tersebut, padahal setiap tahunnya ada saja jamaah
kita yang meninggal di musim haji?
Kita
memandang perlu untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini karena bukan
rahasia lagi bahwa sebagian dokter tidak terlalu meyakini efektifitas
vaksin ini. Bahkan tidak jarang kita temui dokter yang mengizinkan
seseorang berangkat haji tanpa harus divaksin. Namun sikap ini biasanya
mereka tampilkan hanya dalam forum terbatas. Jika sudah berbicara di
forum terbuka mereka akan bicara mengikuti "alur mantera" yang
diharuskan oleh profesi medis-nya.
Ahmad
Thomson menggambarkan sistem medis kafir sebagai sebuah bisnis besar
yang berkembang guna melestarikan proses produsen-konsumen. Sistem
medis dalam Sistem Dajjal tidak pernah dimaksudkan untuk benar-benar
menghapus penyakit dan menimbulkan kesehatan. Ia malah melestarikan
penyakit dengan mencekoki masyarakat obat-obatan kimiawi yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia. Itulah sebabnya industri farmasi menjadi
industri yang sangat profitable (menguntungkan secara bisnis). Tak
kecuali fenomena yang disebut dengan vaksinasi. Vaksinasi merupakan
salah satu cara massif untuk menimbulkan ketergantungan masyarakat
kepada sistem medis dan sistem farmasi kafir.
Saudaraku,
sungguh terasa bahwa zaman yang sedang kita jalani dewasa ini
benar-benar merupakan zaman penuh fitnah. Seandainya Allah tidak
melindungi dan merahmati kita, niscaya kita terancam oleh kekuatan kaum
kuffar yang setiap saat menebar kemudharatan. Kemudharatan mana tidak
hanya mengganggu aspek fisik diri kita, melainkan mencakup aspek
pemahaman bahkan aqidah kita.
Hidup di babak keempat era Akhir Zaman sungguh menuntut kita untuk sangat memperhatilkan peringatan Allah di bawah ini:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا وَمَا يَمْكُرُونَ إِلَّا بِأَنْفُسِهِمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
"Dan
demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang
terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka
tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak
menyadarinya." (QS Al-An'aam ayat 123)
Kita
tidak mengatakan bahwa Menteri Agama dan Menteri Kesehatan sebagai
penjahat-penjahat yang terbesar sebagaimana Allah singgung di atas.
Namun kita khawatir bahwa mereka telah menjadi bagian dari suatu sistem
lebih besar yang mengharuskan semua elemennya untuk mendukung ide jahat
para pembuat makar dalam Sistem Dajjal dewasa ini. Wallahu a'lam.
Ya
Allah, tunjukkanlah kepada kami bahwa yang benar itu benar, dan berilah
kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunujukkanlah kepada kami bahwa
yang batil itu batil, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Masukan Komentar, Saran, Ide Dari Anda..