Berbagi Pengalaman Kisah Nyata: Imunisasi
[Judul asli: SHARING PENGALAMAN/KISAH NYATA]
Sungguh, Allah Maha Besar yang telah membukakan rahasia dari IMUNISASI selama ini.
AKHIRNYA TERUNGKAP! ternyata
imunisasi sangat berbahaya! LINDUNGI putra-putri anda dari IMUNISASI
sebelum hal-hal mengerikan terjadi...
MENGUAK RAHASIA yang terpendam lama..
INFORMASI PENTING INI, siap
memberikan warna baru dalamhidup anda. Segala hal mengenai Niat-niat
terselubung pembuat VAKSIN dan BAHAYA IMUNISASI ada disini...bagi teman2
yang membutuhkan data dan fakta nyata akan bahaya imunisasi
ini-silahkan hubungi saya di
bangdinyani@yahoo.com SEGERA akan saya kirimkan sekitar 80 halaman FAKTA NYATA tentang BAHAYA IMUNISASI !
Salam Hormat
Ibu Suryani
Subject: SHARING PENGALAMAN/KISAH NYA
Ini
kisah nyata yang saya alami, sebagai informasi / pelajaran bagi
Rekan-rekan jika suatu saat ada yang menghadapi cobaan seperti yang saya
alami.
Pada pertengahan bulan Juni 2005, Istri
saya melahirkan dengan baik (walau dengan operasi caesar), bayi kami
sehat tidak kurang suatu apapun, beratnya 3.150 Kg dengan panjang 49 Cm.
Sekali lagi Kami sangat bahagia atas peristiwa ini. Kembali Segala
saran-saran dokter (Dokter Anak: Prof. "R" di RS "A") kami laksanakan
dengan baik, minum vitamin-vitamin, susu ibu menyusui, menjaga kesehatan
makanan/perlengkapan makan, makan makanan bergizi, menjaga
pantangan-pantangan dalam merawat bayi. Dan rutin melakukan
ImunisasDisinilah mulai timbul bencana pada keluarga kami, pada saat
anak/bayi kami berusia +/- 7 bulan, untuk kesekian kalinya kami datang
untuk imunisasi, pada saat itu kami datang ke dr Anak kami Prof. "R" di
RS "A" , namun pada saat itu beliau tidak masuk, diganti oleh dokter
pengganti/wanita yang masih muda/mungkin dokter baru (namun saya lupa
namanya). Begitu melihat jadwal pada buku RS anak saya, dokter tersebut
langsung siap melakukan imunisasi terhadap anak saya, "hari ini
imunisasi HIB ya ?!", saya & istri tahu bahwa imunisasi HIB tersebut
salah satunya untuk mencegah radang Otak, makanya Istri saya sempat
bertanya, "dok, seandainya imunisasi ini tidak dilakukan bagaimana ya
?!", lalu dokter pengganti tersebut menjawab dengan nada agak ketus,
"apakah ibu mau, anak ibu jadi Idiot?! (sambil memperagakan tampang muka
orang yang idiot dengan lidah dijulurkan keluar)". Karena begitu
sayangnya kami dengan anak kami, sudah barang tentu kami tidak mau
anakkami idiot, lagi pula saya saat itu berfikir demi kesehatan anak
kami tentulah kami menuruti apa kata dokter yang lebih
tahu/berpengalaman dengan imunisasi tersebut. Lalu tanpa memeriksa
dengan seksama kondisi anak kami dalam keadaan fit/tidak, dan perlu
tidaknya imunisasi tersebut kembali diberikan kepada anak saya (karena
sebelumnya pada saat berumur +/- 5 bulan anak kami telah pernah
diberikan imunisasi HIB I) dokter pengganti tersebut langsung memberikan
suntikan imunisasi HIB II kepada anak saya.
Dua hari setelah pemberian imunisasi HIB
yang kedua tersebut anak kami mengalami panas, lalu turun, panas lagi
lalu turun ( 2 atau 3 hari sekali pasti mengalami panas ) dan anehnya
panasnya hanya dikepala dan di pundak/leher serta di ketiak saja,
badan/tangan dan kakinya tidak. Hal ini berlangsung +/- selama dua
minggu, jika sedang panas, panasnya pernah sampai 40,6 derajat C.
Sewaktu di kantor saya sempat bertanya
kepada rekan-rekan yang masih/pernah punya anak kecil mengenai panas
anak saya, banyak diantara mereka yang bilang panas setinggi itu
berbahaya, malah sebagian teman bilang anaknya panas "cuma" 38 derajat C
saja sudah Step/kejang-kejang, namun sampai hari itu anak saya belum
pernah Step/kejang-kejang, padahal panasnya beberapa kali sampai 40
derajat C, dan biasanya akan turun dengan sendirinya, paling-paling
hanya rewel, susah tidur. Saya mulai Panik dan khawatir, takut jika anak
saya tiba-tiba kejang/step di rumah.
Dan Saya mulai ke dokter, kebetulan di
dekat rumah ada dokter Umum di RS. "D" (Berhubung waktu itu hari minggu
tidak ada dokter Spesialis anak yang Buka). Dokter tersebut memberikan
beberapa macam obat, ada yang syrup, ada yang serbuk. Setelah memakan
obat-obatan tersebut selama 3 hari, anak kami masih belum membaik
(panasnya masih naik turun), lalu kami ke RS "A" tempat dokter anak saya
Prof. "R" dimana selain diberi obat-obatn juga disarankan untuk
memeriksakan darah anak saya ke Lab. (waktu itu saya langsung periksakan
anak saya ke Lab. "P" yang sudah berpengalaman), Karena setelah kami
ketahui hasilnya "negatif/tidak ada penyakit" dan obat dari Prof. "R" di
RS "A" juga belum efektif menyembuhkan panas anak saya, akhirnya saya
membawa anak saya ke RS "B" Cikini (karena saya tahu di RS "B" ada ruang
perawatan anak, jika memang anak saya perlu di rawat).
Di
sinilah ketabahan/kesabaran kami di uji. Saya datang pertama kali keRS
"B" cikini, Kamis 17 Maret 2005 pagi +/- jam 7.00 Wib, dan setelah
bertanya kesana-kemari saya langsung membawa anak saya ke UGD (Unit
Gawat Darurat) karena masih pagi, dan disana ada dokter jaga, setelah
dilakukan beberapa tindakan lalu +/- jam 08.30 saya bawa anak saya ke
dokter Spesialis anak dr. "N", baru kemudian diminta untuk di bawa ke
ruang perawatan untuk di rawat.
Pintarnya RS, setiap mereka akan
melakukan tindakan medis terhadap anak kami, kami/orang tua harus
menyetujui terlebih dahulu tindakan tersebut, dengan catatan apabila
orang tua pasien tidak menyetujui suatu tindakan medis, kami juga
disodorkan surat penolakan tindakan medis, yang didalamnya tertera
apabila terjadi apa-apa terhadap anak saya, maka pihak RS tidak
bertanggung jawab karena tindakan medis yang akan mereka lakukan tidak
disetujui. Itu artinya kami/pasien bagai memakan buah simalakama, dan
tentunya harus mengikuti semua langkah-langkah medis yang dilakukan oleh
pihak RS, karena memang tidak ada pilihan lain.
Anak saya langsung di infus dan diambil
darahnya untuk pengecekan (karena hasil cek darah yang saya bawa dari
Lab "P" sebelumnya menurut pihak RS bisa berubah) walaupun akhirnya
hasilnya juga masih "negatif" tidak diketahui penyebab/penyakit panas
anak saya. Kemudian atas anjuran dokter anak saya harus puasa dari jam
15.00 (tiga sore) sampai dengan 21.00 (sembilan malam) kerena akan
diambil darahnya lagi untuk pemeriksaan. Selama waktu tersebut kami
sedih melihat anak saya, walaupun ada infus di kakinya, namun anak saya
tampak ingin makan/minum, namun kami tidak berikan walau mulutnya
seperti orang yang kehausan. Kami sangat mengkhawatirkan fisik anak
saya.
Benar saja apa yang Saya dan Istri saya
khawatirkan terjadi, esokan hari/Jum'at subuh begitu panas anak saya
kembali tinggi sampai lebih dari 40 derajat C, anak saya langsung
kejang/Step (padahal sewaktu di rumah belum pernah sekalipun anak saya
kejang/Step seperti saat itu), suster-suster RS mulai memberikan anak
saya Oksigen melalui selang ke hidung, dan karena panas/Kejangnya lebih
dari 1/2 jam, maka anak saya pagi itu juga langsung di bawa ke ruang
ICU/PICU (Pedriatic Intensive Care Unit). Anak saya di diagnosa awal
"kemungkinan" terkena Radang Otak yang disebabkan oleh Virus/bakteri,
sehingga mengganggu fungsi pengaturan suhu tubuh. Dan dokter bilang
kemungkinan sembuhnya hampir tidak ada, kalaupun sembuh akan ada efek
sisa, misalnya jadi Idiot, Lumpuh, dsb. (Pihak RS langsung Pesimistis
untuk penyembuhan anak saya).
Di ICU anak saya di rawat oleh Tim
Dokter, dengan ketua Timnya yaitu dr. "Y" (dokter spesialis anak senior
RS "B"), dengan anggota beberapa dokter Spesialis THT, Syaraf, Urologi,
Bedah, dsb. Ditambah dengan dr.Konsulen/semacam penasihat, yaitu Prof.
"A" dari RS "C", selain dokter tim tersebut dibantu oleh beberapa orang
suster yang dalam seharibekerjanya dibagi menjadi 3 shift, suster-suster
inilah yang memonitor perkembangan kesehatan anak kami tiap saat.
Suster juga sama seperti karyawan di kantor kita, ada yang teliti, ada
yang rajin, ada yang baru/belum berpengalaman, ada yang text book, ada
yang kurang berani bertindak, dsb.
gambar: efrizalwordpress.com
Sabtu subuh (hari ke dua perawatan) anak
saya kembali panas tinggi dan kembali kejang, kali ini suster jaga pada
saat itu terlihat kurang tanggap/cekatan dalam memberi tindakan
terhadap anak saya, malahan pada saat kejang, karena tenaga medis tidak
begitu "care", Istri saya sendiri yang harus mengganjal mulut anak saya
dengan alat pengganjal agar lidahnya tidak tergigit, dan karena terlalu
lama tidak ditangani dengan baik akibatnya anak saya semakin lemah,
terlihat pada mesin yang memonitor Oksigen dan Jantung anak saya
saturasinya (istilah mesin tsb) terus menurun. Pada saat tim Dokter
datang kondisi anak saya sudah memburuk, bahkan pada layar monitor mesin
saturasi sempat terlihat "Flat", artinya paru-paru/oksigen dan jantung
anak saya telah berhenti bergerak. Saya dan Istri langsung Shock dan
lemas tangis pun tak terbendung. Beberapa tenaga medis terus berusaha
memompa secara manual nafas anak saya, lalu mereka segera memasang mesin
Ventilator/alat bantu pernafasan (mesin yang sama dengan yang digunakan
Almh. Sukma Ayu) dan menyalakannya. Seperti biasa pihak RS menyodorkan
surat persetujuan tindakan pemasangan mesin tsb. Pada saat itu saya
& istri sangat Shock, sehingga konsentrasi kami hanya kepada anak
kami tersebut, oleh karena saya tidak begitu memperdulikan surat
persetujuan melakukan tindakan yang disodorkan RS, akibatnya pihak RS
langsung mencopot kembali selang-selang yang terpasang dan mematikan
mesin/listrik Ventilator tsb. Kami kesal dan marah (walau hanya di dalam
hati), lalu segera meraih surat persetujuan tindakan tsb dan
menandatanganinya, barulah alat tersebut kembali dipasang/dinyalakan,
dan selamatlah nyawa anak saya ketika itu (padahal menurut hemat saya
hitungannya hanya detik untuk mengambil keputusan tersebut/terlambat
sedikit mungkin akan berbeda ceritanya).
Kurang lebih dua minggu alat Ventilator
itu terpasang, dan dua minggu itu pula kami mengalami pengalaman yang
sangat pahit dalam kehidupan kami, kami menyaksikan betapa tersiksanya
anak yang kami sayangi yang terus menerus dilakukan tindakan medis,
diantaranya :
1. Diambil darahnya yang hampir setiap
hari (dengan cara disedot dengan alat suntik), walaupun hasil Lab.-nya
selalu negatif dengan jumlah pengambilan dalam sehari bisa 3X, dan dalam
sekali ambil antara 5 - 10 CC darah, padahal kondisi anak saya ketika
itu sangat lemah/terlihat kuning seperti kurang darah. Diambil sampel
Urine, sampel cairan dari perut, Bahkan sampai diambil contoh cairan
otaknya (melalui penyedotan pada ruas tulang belakang) walaupun hasilnya
juga negatif.
2. Berganti-ganti tempat untuk memasukan
jarum Infus, dari vena-vena di kepala, tangan, kaki, selangkangan,
malah karena Tim medis sudah kesulitan memasukan jarum infus, tim medis
melakukan tindakan Vena Sectio (operasi kecil/merobek kulit/daging
terluar) untuk dicari pembuluh vena yang berada agak ke dalam agar jarum
infus dapat memasukan cairan infus ke tubuh anak saya. Kedua
pergelangan tangan dan kaki anak saya telah di-Vena Sectio.
3. Bius Total, dengan alasan takut mesin Ventilator tidak berfungsi dengan baik apabila anak saya dalam keadaan sadar.
4. Diberi obat-obatan/anti biotik
berganti-ganti sesuai indikasi/kemungkinan (Baru kemungkinan/seperti
coba-coba) penyakitnya yang kadarnya tergolong keras, yang sudah pasti
banyak efek sampingnya.
5. Karena sudah tidak ada tempat untuk
Infus dan pengambilan darah (semua titik venanya telah habis), beberapa
kali tindakan infus/pengambilan darah tidak berhasil dilakukan, lalu
dicoba lagi dan di coba lagi sehingga menimbulkan bekas luka
lebam/biru/bekas-bekas jarum suntik yang sangat banyak.
6. Dilakukan foto Thorax (Rongent) beberapa kali, Padahal sekali saja dilakukan di yakini dapat membunuh banyak sel tubuh)
7. Timbul efek samping, Paru-paru anak
saya meradang/infeksi sehingga di penuhi banyak cairan, dan kepala
belakang dan samping kiri memar/luka/lecet/bengkak. Karena terlalu lama
dalam posisi tidur/di bius (hal ini seharusnya tidak perlu terjadi kalau
tim medis sering merubah posisi tidur anak saya/setelah kami Complain
baru hal ini dilakukan).
8. Masalah Biaya. Sering kali pihak RS
(dokter/suster), menanyakan masalah biaya, walaupun berkali-kali saya
katakan ada surat jaminan pembayaran dari Kantor. (Coba bayangkan
seandainya memang kami tidak punya biaya).
9. Diagnosa penyakit yang tidak didukung
bukti yang pasti, tim Medis hanya selalu mengatakan "Kemungkinan". Dari
+/- satu bulan di rawat, anak saya sudah beberapa kali dikatakan
kemungkinan penyakitnya bersumber dari Radang Otak karena
penyakit/Virus/bakteri: Herpes, berubah Toxoplasma, berubah Maningitis,
berubah Ensevalitis, sampaikesimpulan terakhir/dari sampel darah
terakhir anak saya masih belum mengetahui pasti penyebab penyakitnya
(bukti lab. adanya virus/bakteri tersebut tidak pernah ada).
Pada
masa itu juga kami sempat beberapa kali bersitegang dengan beberapa Tim
Medis anak saya, namun kami selalu kalah (mengalah) karena posisi kami
sangat lemah, Ketua tim dokternya "dr.Y" sempat berujar bahwa mereka
dokter-dokter ahli, " kalau di RS "C" bapak boleh bilang "begitu",
karena banyak dokter muda yang sedang belajar disana" (maksudnya
menanggapi guman saya dengan istri saya, "kok anak kita seperti kelinci
percobaan ya!? dan kata-kata tersebut didengar Suster, yang lalu
melaporkannya ke ketua Timdokternya), bahkan dokter itu juga sempat
berkata "kalau bapak tidak puas, silahkan angkat anak bapak sekarang
!!". Padahal saat itu, hal tersebut tidak mungkin kami lakukan karena
seluruh tubuh anak saya terpasang mesin (Ada mesin ventilator, ada mesin
saturasi Oksigen/Jantung, ada infus, ada selang Sonde/makanan, dsb)
Pernah seorang anggota Tim dokter yang
didatangkan dari RS "C", yaitu dr. "I" ahli syaraf, setelah memeriksa
anak saya mengatakan, "Penyakitnya malah dari RS ini semua, ya !!",
Setelah masa perawatan 2 minggu tersebut timbul berbagai komplikasi;
mata anak saya buta/tidak bisa melihat (menurutnya mungkin bisa sembuh
karena anak saya masih bayi), Infeksi paru, memar di kepala, badan
kaku/keras, padahal pertama kali masuk RS anak saya "hanya" sakit Panas.
Kemudian dr "I" juga bilang " tadi saya coba lepas alat Ventilatornya
agak lama, anak bapak bagus kok, dia sudah bisa bernafas sendiri ". Saya
bersyukur berarti ada kemajuan pikir saya ketika itu.
Awal minggu ke tiga beberapa orang tim
medis (ada beberapa dokter dan beberapa suster), mencoba melepas alat
bantu nafas/Ventilator (mungkin setelah diberi masukan oleh dr. "I" dari
RS "C"), di coba 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya .... rupanya anak
saya sudah bisa kembali bernafas sendiri/normal. Namun karena Sumber
penyakitnya belum diketahui maka Tim medis beberapa kali melakukan
penggantian Obat/anti biotik, diantaranya Acyclovir, Delantin, Tegatrol,
TieNam, Meronem (dua jenis yang tertulis dibelakang katanya merupakan
anti Biotik yang paling Ampuh/Mahal/Impor dari Amerika).
Minggu ketiga dan selanjutnya Panas
kepala anak saya relatif stabil (antara 36 - 38 derajat C), dan
kondisinya relatif membaik "hanya" tinggal matanya yang Buta dan
badannya yang kaku (sendi-sendinya tidak bisa ditekuk), namun
pengambilan darah masih dilakukan secara berkala, dan hampir setiap hari
dilakukan Terapi Fisioteraphy (Penyinaran dan pemijatan). Sehingga
akhir minggu ke tiga semua Infus telah dicopot, oksigen dicopot, hanya
tinggal selang Sonde (Selang makanan/di mulut) yang masih terpasang.
Saya
dan Istri (serta keluarga besar kami), terus berdoa setiap hari untuk
kesehatan anak kami satu-satunya, sampai pada pertengahan minggu ke
empat, dr. "I" (Specialis syaraf dari RS "C") bilang anak kami boleh di
bawa pulang, namun minimal harus sehari masuk ke ruang perawatan biasa
dahulu (sesuai prosedur RS "B"). Dan menurut dokter "I" juga, anak kami
hanya cukup rawat jalan ke RS "C", untuk berobat ke dr. "I" dan dr. "L"
(specialis tumbuh kembang/penyembuhan tubuh anak saya yang masih
kaku-kaku). Setelah sehari berada di ruang perawatan biasa, dan tidakada
masalah kami membawa anak kami pulang dengan membawa dua macam obat
(Anti kejang dan anti Virus), dan sebelum pulang, lagi-lagi anak kami
diambil kembali darahnya oleh RS untuk pemeriksaan penyebab penyakit
anak kami, setelah itu barulah kami diperbolehkan pulang.
Namun tidak sampai 2 hari anak kami di
Rumah, kami/keluarga lupa akan luka dibelakang kepalanya (akibat
perawatan yang lalai sebelumnya) yang masih belum sembuh total, lukanya
terlihat memar/merah/agak bengkak/dan mungkin infeksi, yang mungkin juga
membuat anak kami panas lagi/karena infeksinya, Panasnya kembali naik
sampai 40 derajat C lebih, bahkan ketika akan kami beri obat (yang kami
bawa dari RS), anak kami muntah hingga lemas, lalu tanpa banyak pikir
lagi walaupun pada saat itu jam 02 pagi, kami kembali membawa anak kami
ke RS "B" Cikini dan kembali kami mengalami kekesalan, anak kami
diperlakukan layaknya seperti pasien yang baru masuk RS. Anak kami
kembali masuk ICU, kembali harus Infus, puasa, diambil darahnya lagi
(meskipun titik venanya sudah habis/tidak ada tempat lagi untuk
infus/periksa darah, dan saya juga telah sampaikan mungkin panasnya
akibat luka dibelakang kepalanya yang belum sembuh/infeksi), padahal
saya sudah protes terhadap dr. jaga pada saat itu bahwa anak saya
sebelumnya sudah dirawat hampir sebulan di RS tersebut, dan hasil lab.
terakhirnya juga baru kemarin saya ambil dengan hasil "negatif", juga
saya kemukakan mengenai luka dibelakang kepalanya yang harus
diprioritaskan pengobatannya. Namun karena dr. terus mengemukakan
argumennya, akhirnya kami mengalah dan menyerahkan sepenuhnya apapun
yang akan dilakukan oleh dr. Dan kembali anak saya dipakaikan selang
Oksigen ke hidungnya, lalu dengan alasan "saturasi" nafasnya terus
menurun, Tim medis berencana untuk memasang kembali mesin Ventilator
pada anak saya, dengan sebelumnya meminta persetujuan saya lagi untuk
diambil darahnya sebelum pemasangan mesin tersebut (padahal ketika itu
kondisinya terlihat pucat/kuning seperti telah kehabisan darah). Kembali
dengan berat hati dan berharap Tim Medis melakukan tindakan yang
"benar" untuk anak saya, saya kembali menyetujuinya. Namun belum sempat
mesin itu dipasang, belum sempat hasil lab I dan ke II (pengambilan
darah pada pada hari itu) ada hasilnya, akhirnya anak saya dipanggil
oleh yang Maha Kuasa ...... anak saya mengalami Gagal Nafas dan
dinyatakan Meninggal oleh pihak RS, walau saat itu saya pegang denyut
Nadi di leher/bawah dagunya masih ada (walau lemah), sewaktu kami minta
untuk terus memompa alat bantu nafas manualnya, Dokter/suster yang ada
pada saat itu sudah lepas tangan dan tidak melakukan tindakan apapun
juga. Akhirnya dengan Ikhlas, didepan mata kepala saya dan istri saya,
anak kami melepaskan nyawanya tanpa kami bisa berbuat apapun juga
(Selasa 12 April 2005 Jam 23.25 wib). Akhirnya Anak kami meninggal
dengan sebab bukan karena penyakitnya (Panas), menurut kami
"kemungkinan" karena gagal nafas/Infeksi paru atau malah "mungkin"
karena terlalu lemah kehabisan darah.
Innalillahi Wa inna illaihi roji'un selamat jalan Permata hatiku, ........ doa kami 'kan selalu menyertaimu...Amin
Dan tidak lupa saya & keluarga
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan yang
telah memberikan suport baik moril, materil maupun spirituil kepada saya
dan keluarga, semoga segala kebaikan rekan-rekan akan dibalas dengan
pahala yang berlipat-lipat oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.
Salam, Istriyanto & Keluarga
Note :
Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada
Ilmu Kedokteran dan tenaga medis, sesuai dengan pengalaman berharga dan
mahal yang telah saya alami, maka kami mencoba mengambil kesimpulan
(Setelah kami juga mendengar dari sesama Pasien RS, rekan/sahabat,
tetangga, saudara yang sempat bezuk dan mengatakan pada saya, selama
dalam perawatan sampai saat Meninggalnya anak saya) sbb:
1. Banyak kasus penyakit bayi/balita yang timbul setelah mereka disuntik imunisasi.
- Pasien lain di RS yang sama mengatakan
pada saya, anak saudaranya sampai dengan usia 2 tahun belum pernah
suntik Imunisasi Hepatitis namun, setelah ada dokter (spesialis anak)
yang tahu, lalu disarankan di imunisasi Hepatitis, kemudian tidak lama
setelah itu akhirnya anak saudaranya positif terkena Hepatitis akut, dan
harus bolak-balik berobat ke dokter.
- Tetangga saya, sehabis Imunisasi campak, dua hari kemudian malah terkena campak.
- Tetangga kami yang lain, anak
pertamanya rutin diimunisasi, namun phisiknya malah lemah sering
sakit-sakitan, sedangkan anak keduanya sama sekali tidak pernah
imunisasi namun malah sehat, hampir tidak pernah sakit (kalaupun sakit
cepat sembuh/ringan)
- Teman sekolah saya anaknya tidak
pernah Imunisasi malah sehat, umur 10 bulan sudah lincah berjalan, dan
juga boleh dibilang tidak pernah sakit (kalaupun sakit hanya ringan
saja).
- dan banyak lagi kasus-kasus serupa yang tidak mungkin saya tulis satu persatu.
2. Menurut saya, Jika bisa Hindari
Imunisasi, kalaupun perlu/terpaksa pilihlah imunisasi yang pokok saja
(bukan imunisasi lanjutan/yang aneh-aneh) alasannya :
- Kita "Mendzolimi", anak kita sendiri
yang memang sedang masa pertumbuhan dan pertahanan tubuhnya masih lemah,
malah kita suntikan penyakit (walaupun sudah dilemahkan) ke tubuhnya.
- Kita tidak pernah tahu kondisi anak
kita sedang benar-benar sehat atau tidak, karena terutama anak yang
masih di bawah 1 tahun biasanya belum bisa bicara mengenai kondisi
badannya, sedangkan imunisasi harus dilakukan pada bayi/balita yang
sehat (tidak sedang lemah fisiknya/sakit).
- Sesudah kita memasukan penyakit ke
tubuh anak kita, biasanya kita juga harus mengeluarkan banyak biaya.
(Jasa dokter/RS, harga imunisasi, dsb),
- Tidak ada jaminan
(Dokter/RS/puskesmas) apabila setelah imunisasi anak kita bebas dari
penyakit yang telah dimasukan ketubuhnya. Contoh nyata yang terjadi pada
anak saya, padahal anak saya sudah 2 kali imunisasi HIB ketika berusia
+/- 5 dan 7 bulan ), padahal sebelumnya dokter bilang imunisasi HIB
untuk menghindari penyakit Radang Otak, namun nyatanya anak saya malah
meninggal akibat penyakit Radang Otak.
- Menurut seorang rekan yang pernah
membaca Literatur terbitan Prancis, justru Imunisasi sudah tidak populer
di Amerika Serikat, dan terus berusaha dihilangkan dan tidak
dipergunakan lagi, bahkan di Israel Imunisasi telah di STOP samasekali,
padahal kita tahu negara-negara itu merupakan pelopor "industri",
imunisasi.
- Menurut pengalaman saya jumlah
kadar/isi setiap pipet/tabung imunisasi semua sama, jadi imunisasi tidak
melihat berdasarkan berat tubuh/perbedaan Ras/warna kulit, padahal
kalau Obat/Imunisasi itu Impor, tentulah kadarnya disesuaikan dengan
berat/fisik orang Luar (Barat) yang jelas lebih basar dan kuat fisiknya
dibanding orang Asia, namun kita malah sama-sama menggunakan dengan
takaran yang sama. (akibatnya overdosis).
3. Jika tidak "urgent" sekali, hindari
rawat inap di RS, karena banyak prosedur/step-step pengobatan yang
akhirnya akan melemahkan tubuh pasiennya. (Contoh: keharusan berpuasa,
pemasangan infus, pengambilan darah yang terus menerus, foto Rontgen,
operasi, kemoteraphy, dsb). Jikalau perlu coba dulu dengan cara
pengobatan alternatif/tradisional.
4. Jika perlu dengan tegas untuk menolak
suatu tindakan medis yang akan dilakukan RS, jika kita yakini
manfaatnya tidak benar-benar berpengaruh terhadap kesembuhan pasien.
5. Jika perlu lakukan 2nd opinion pada RS/dokter lain yang setara/lebih baik.
6. Banyak tanya, biarlah kita dibilang
"bawel", tanyalah setiap tindakan medis yang akan dilakukan, mengapa
akan di lakukan, akibat-akibatnya, ada tidak cara-cara lain/alternatif
lain yang lebih baik/tidak terlalu menyakiti pasien.
7. Terus temani pasien (bisa bergantian
dengan keluarga yang lain), karena setiap saat bisa ada tindakan medis
yang memerlukan persetujuan, dan cermati semua pekerjaan perawatannya,
jika ada yang habis/kurang jangan sungkan melaporkan ke tenaga medis
yang ada segera.
8. Terus berdoa, karena segala sesuatunya telah ditetapkan oleh "Yang Maha Kuasa", manusia hanya bisa ikhtiar dan berusaha.
Diambil dari Forum Diskusi:
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Masukan Komentar, Saran, Ide Dari Anda..