Hidup di dunia ini bagaikan
hidup di arena tipu muslihat dan penghianatan. Sejak Adam a.s.
diturunkan ke muka bumi, selalu saja ada pertentangan antara kebaikan
dan keburukan. Lalu sejak zaman Mesir kuno dunia sudah mengenal
pertentangan itu sebagai konspirasi. Era-pun berganti, jika salah satu
konspirasi zaman dahulu dibuat oleh tukang batu (freemasonry). Maka
sejak Era Industri, dunia sudah membuat periode konspirasi yang
termutakhir yaitu pengendalian biologi.
Dibalik Pemusnahan Suku Indian
Jauh
sebelum Amerika Serikat terbentuk menjadi sebuah negara, kekuatan yang
mengatur dan mengendalikan tanah yang baru tersebut adalah terorisme,
pemusnahan masal, dan perang biologi melalui penyebaran kuman-kuman dan
penyakit-penyakit terhadap penduduk aslinya. Salah satu penyerangan yang
tercatat dalam sejarah adalah yang dilakukan oleh Jendral Jeffrey
Amherst.
Beberapa data yang tertuang dalam The Atlas of the North American Indian, and the Conspiracy of Pontiac and the Indian War after the Conquest of Canada, menunjukkan bahwa pahlawan militer yang terkenal ini, telah “menyetujui”
pendistribusian selimut dan sapu tangan yang telah terkontaminasi bibit
cacar untuk digunakan sebagai alat perang wabah penyakit terhadap
Indian Amerika.Bahkan ada bukti tertulis
berupa surat yang ditulis sendiri oleh Jeffrey Amherst. Dalam suratnya
kepada Kolonel Henry Bouquet, Komandan angkatan bersenjata
Inggris, Jenderal Amherts bertanya :
“Tidak bisakah diatur suatu cara bagi pengiriman bibit campak kepada suku-suku Indian yang tidak menyenangkan itu? Dalam hal ini kita harus menggunakan berbagai strategi untuk dapat mengurangi jumlah mereka.”
Bouquet menjawab,
Sangat jelas terdokumentasikan
dalam catatan milik William Trent tertanggal 24 Mei 1763, seorang
komandan militer lokal dari Pittsburgh.
“Kami memberi mereka dua selimut dan sebuah sapu tangan yang kami ambil dari Small Pox Hospital. Saya harap hal itu akan menimbulkan dampak yang diharapkan.”
Epidemi cacar secara cepat
tersebar diantara lelaki, wanita dan anak-anak suku Pontiac (suku
Indian). Jenderal Amherst sangat terkesan atas hasil yang sangat efektif
pada perang kuman tersebut, sehingga dalam suratnya kepada
kolonel Henry Bouquet tertanggal 16 Juli 1763, dia mengesahkan Perang Biologi sebagai kebijakan resmi Amerika dan
memerintahkan penyebaran selimut-selimut yang telah terinfeksi campak
untuk “memusnahkan para Indian” dan menyarankan agar Bouquet mencoba
metode-metode lain yang dapat memusnahkan ras yang buruk ini. Dalam
suratnya tertanggal 26 Juli 1763, Bouquet menjawab surat Amherst dan
mengkonfirmasikan bahwa;
“Seluruh petunjuk anda akan kami perhatikan”
Seratus tahun kemudian, Secara
berkala, penggunaan kuman sebagai senjata dalam peperangan telah menjadi
kebijakan AS. Secara berkala, sepanjang abad ke 19, angkatan bersenjata
AS menyebarkan selimut-selimut dan benda-benda lain yang telah
terkontaminasi bibit penyakit kepada suku asli Amerika, termasuk mereka
yang telah ditahan di kamp-kamp konsentrasi (Pemerintah secara resmi
menyebut lokasi ini sebagai wilayah reservasi/reservations. Tujuan dari
serangan biologi ini adalah untuk memusnahkan dan membunuh sebanyak
mungkin Indian Amerika, jika tidak menghancurkan mereka semua.
Pemerintahan awal Amerika, juga
kemudian Pemerintahan Amerika Serikat yang berdiri secara sah, tidak
pernah menganggap Suku asli Amerika sebagai manusia. (Mereka menganggap
suku asli sebagai makhluk yang tidak diinginkan, dan berkualitas dibawah
manusia).
Agen penyebar penyakit yang digunakan
yang tercatat dalam sejarah bukan hanya cacar. Saat ini merekapun
menggunakan Variola, yang dapat disimpan dalam kondisi kering, juga
kolera dan cacar. Metoda penyebaran yang mereka pilih masih melalui
penyebaran selimut-selimut dan alat-alat lain yang didistribusikan
kepada para Indian.
Di tahun 1900, Angkatan bersenjata
Amerika Serikat mulai bereksperimen dengan berbagai macam senjata
biologi, sebagian diantaranya digunakan pada tahanan perang baik warga
Amerika maupun asing. Para korban termasuk lima orang tahanan
warga Filipina yang tercemar berbagai macam jenis penyakit, dan 29
tahanan yang secara sengaja ditularkan penyakit beri-beri.
Di tahun 1915, Agen-agen pemerintah mulai
melakukan percobaan dengan racun-racun yang dapat menyerang dan
menghancurkan otak dan sistem syaraf pusat. Dua belas orang Amerika yang
ditahan di penjara Mississippi tercemar pellagra (kekurangan Vitamin B3 atau niacin).
Warga Puerto Rico yang Malang
Pada
tahun 1931, Dr. Cornellius Rhoads, seorang agen pemerintah yang
dikontrak oleh Rockefeller Institute for Medical Investigation, mulai
menginjeksi laki-laki, perempuan dan anak-anak dengan sel-sel kanker.
Sebagai Ketua Divisi Senjata Biologi Angkatan Bersenjata Amerika
Serikat, dan juga sebagai anggota komisi energi atom, Rhoads menjalankan
radiasi rahasia yang dilakukan terhadap ribuan warga AS yang tidak
dicurigai.
Dalam surat-suratnya untuk Departermen Pertahanan, Rhoads secara gambalang menyebutkan “pembasmian“ para pemberontak dengan menggunakan “bom kuman“. Pada saat ditanya mengenai penduduk Puerto Rico, Dr. Rhoads menulis:
”Yang dibutuhkan kepulauan itu bukanlah pekerjaan bagi kesehatan umum, tetapi sebuah ombak pasang, yang dapat menghabiskan seluruh populasi.”
Dr. Rhoads lebih lanjut mengatakan,
“Orang-orang Puerto Rico adalah ras manusia yang paling jorok, paling malas, paling berbahaya dan ras pencuri yang pernah hidup di bumi ini. Saya telah melakukan yang terbaik yang saya mampu untuk melakukan proses pemusnahan, dengan melakukan proses pembunuhan terhadap delapan dan mentransplantasi kanker ke beberapa lagi…. Semua ahli kesehatan menerimanya dengan senang hati dalam penyiksaan atas korban yang tak berdaya.”
Dr. Rhoads mengklaim telah menginjeksi ratusan orang Puerto Rico dengan sel kanker.
Eksperimen Siphilis
Pada 1931, Pemerintah
Amerika Serikat mulai melakukan eksperimen dengan siphilis. Korban
pertama yang dikenal adalah seorang kulit hitam yang tinggal
di Tuskegee, Alabama. Di tahun 1932, dokter-dokter pada Pelayanan
Kesehatan Umum tidak melakukan pengobatan terhadap pasien yang
terinfeksi dalam dalam rangka mempelajari perkembangan penyakit tersebut
pada subjek hidup. Para pasien tidak mengetahui bahwa mereka dijadikan
eksperimen pada studi yang diakui secara resmi oleh pemerintah itu.
Mereka pikir mereka mendapatkan pengobatan untuk penyakitnya. Padahal,
mereka diberi obat-obatan palsu.
Sepuluh tahun berikutnya, ribuan warga
Amerika terekspos berbagai macam agen biologi dan kimia. Ini termasuk
400 tahanan di penjara Chicago pada tahun 1942. Mereka semua terinfeksi
malaria dalam rangka memperoleh “profil dari penyakit tersebut”.
Pemerintah Amerika Serikat juga
memberika izin bagi Komisi Energi Amerika untuk secara rahasia
menginjeksi pasien-pasien rumah sakit dengan Plutonium agar mendapatkan “Profil” efek jangka panjang. Sebagian besar individu ini menjadi sakit parah dan kemudian meninggal.
Anthrax
Amerika Serikat dan Inggris mulai melakukan kerja sama dalam pengembangan “Bom Anthrax”
yang mereka rencanakan untuk dijatuhkan di kota-kota di Jerman. Target
potensial termasuk juga Berlin, Hamburg, Frankfurt, Aachen dan
Wilhelmshafen.
Karena Jerman menyerah sebelum bom-bom
Antrhax ini diuji pada penduduk Jerman, (target nonmiliter) bom biologis
itu kemudian dijatuhkan di pedesaan Gurnard, sebuah pulau di sebelah
barat laut Skotlandia. Sebagian besar sapi dan penduduk desa mengidap
penyakit parah dan kemudian tewas, dan pulau tersebut tak berpenghuni
hingga 45 tahun lamanya.
Begitupun dengan yang dikirimkan USA pada
perang teluk yang mematikan ke militer Irak. Sebagian propaganda
menyebutkan bahwa USA mengirim beberapa senjata biologi dan kimia untuk
Saddam Husein, untuk memusnahkan suku Kurdi yang justru menjadi ujung
tombak sendiri bagi Saddam Hussein. Hal ini juga diduga sebagai bahan
laporan untuk penelitian ilmuwan mengenai efek-efek yang ditimbulkan
dari bahan tersebut.
“FBI menutup-nutupi fakta karena mereka tahu bahwa serangan Anthrax itu adalah pekerjaan orang dalam” (Dr. Barbara Hatch R.)
OPERATION PAPERCLIP
Pada
akhir masa Perang Dunia II, Amerika Serikat memperkerjakan ratusan
dokter NAZI dan Jepang yang telah melakukan eksperimen-eksperimen yang
sadis dan tidak manusiawi terhadap tahanan perang. Salah satu dokter
sadis yang telah melakukan berbagai kejahatan terhadap manusia melalui
eksperimen-eksperimennya adalah Direktur Angkatan Kerajaan Jepang unit
perang biologi, Dr. Ishii.
Dr. Ishii bereksperimen dengan shyphilis, typhoid-laced tomatoes, tetanus, plague-infected fleas,
selain juga bom-bom bibit penyakit yang dijatuhkan ke penduduk sipil
dan tahanan yang diikat telanjang di tiang kayu guna melakukan
eksperimen.
Kelahiran HIV/AIDS
Hingga
akhir 1960-an, Ilmuwan-ilmuwan di bawah pengawasan CIA, di Divisi
Operasi khusus Fort Detrick, laboratorium dengan keamanan tingkat
tinggi, mulai memperoleh kemajuan yang signifikan dalam pengembangan
penyakit-penyakit yang menyerang sistem imun tubuh.
Pada tahun 1969, Dr. Robert MacMahan dari
Departemen Pertahanan meminta dan menerima $ 10 juta dana dari kongres
AS untuk mengembangkan agen Biologi buatan yang tidak ada imunitas alami
yang dapat menahannya.
Dalam Kongres dia mengatakan :
“Ada dua hal tentang bidang agen biologi yang ingin saya sebutkan. Pertama adalah kemungkinan kejutan teknologi. Biologi molekuler adalah bidang yang berkembang sangat cepat dan ahli-ahli biologi terkenal percaya bahwa dalam periode waktu 5 hingga 10 tahun akan sangat mungkin diciptakan sebuah agen biologi buatan, suatu agen yang secara alami tidak ada, dan dimana imunitas alami pun tidak ada. Dalam 5 hingga 10 tahun, sangat mungkin untuk diciptakan mikroorganisme penyakit yang dapat dibedakan dalam aspek-aspek tertentu dari organisme-organisme penyakit lainnya. Yang terpenting dari semua ini adalah penyakit tersebut kebal terhadap proses imunisasi atau terapi apa pun di saat kita hendak melepaskan diri dari penyakit ini“
Jakob Segal, mengungkapkan bahwa USA
telah berhasil menciptakan AIDS untuk disebarkan kepada manusia. Menurut
Segal, HIV/AIDS diciptakan di Fort Detrick, Maryland, dengan cara
menggabungkan genom Viral dari Visna dan HTLV-1, karena keduanya hampir
identik dengan HIV genome.
Pada
1957, saat melakukan eksperimen vaksin polio, Dr. Hillary
Koprowski, menggunakan jaringan ginjal monyet yang telah dijangkiti
virus yang dekat dengan AIDS, SV40, kemudian mengawasi proses injeksi
vaksin yang telah terkontaminasi tersebut terhadap ratusan ribu orang
negro Afrika. Anehnya mengapa percobaan itu tidak dilakukan saja kepada
orang-orang Amerika sendiri. Meskipun begitu ia menolak bahwa ia ikut
dalam penciptaan HIV/AIDS dan Koprowski juga menolak jika mereka
menciptakan vaksin polio dengan ginjal monyet.
Pada 1978, Centers for Disease Control (CDC) mulai mengeluarkan advertensi bagi homoseksual yang ingin berpartisipasi dalam “Percobaan vaksin Hepatitis B“.
Percobaan pertama yang dilakukan oleh CDC adalah di New York, Los
Angeles, San Fransisco, pada tahun yang sama. Pada tahun 1981 kasus AIDS
pertama diketahui terjangkit pada laki-laki homoseksual di New York,
Los Angeles, dan San Fransisco, membangkitkan spekulasi bahwa AIDS
mungkin telah di tulari melalui vaksin Hepatitis B.
Wangari Maathai mengungkapkan bahwa dia yakin AIDS adalah senjata biologi yang sengaja diciptakan.
“Sebagian orang mengatakan bahwa AIDS datang dari monyet, tapi saya meragukan hal itu, karena kami telah hidup bersama-sama monyet sejak dahulu kala, yang lain mengatakan bahwa hal itu merupakan kutukan tuhan, tapi saya katakan itu tidak mungkin”“saya tidak memiliki gambaran siapa yang menciptakan AIDS dan apakah itu merupakan suatu agen Biologi atau bukan. Tapi saya tahu pasti hal-hal seperti itu tidak akan begitu saja jatuh dari langit. Saya selalu berpikir bahwa sangat penting untuk menyampaikan kebenaran kepada setiap orang, tapi saya rasa ada beberapa kebenaran yang tidak boleh terlalu diekspos”
Flu Burung
Menteri
Kesehatan Siti Fadilah Supari menuduh World Health Organization
(WHO) dan USA melakukan konspirasi dalam pengumpulan sampel-sampel virus
flu burung dan produksi-produksi vaksinnya. (The Jakarta
Post/03/16/2008).
“Saya katakan kepada WHO bahwa mekanisme mereka dalam mengumpulkan virus-virus dari negara-negara berkembang sangat tidak adil. Cara yang sama sebuah negara imperialis memperlakukan koloninya”
Selanjutnya ibu Siti Fadilah
Supari marah ketika mengetahui sampel H5N1 yang ia kirimkan ke WHO
ternyata digunakan secara ekslusif oleh 15 orang ilmuwan di laboratorium
Amerika Serikat di Los Alamos.
(Saya rasa Indonesia sangat beruntung memiliki beliau)NAMRU
Siti Fadilah Supari pernah berkata dalam sebuah wawancara, bahwa laboratorium Media Angkatan Laut AS (NAMRU) yang berada di Indonesia untuk melakukan penelitian atas penyakit-penyakit tropis sama sekali tidak memberikan keuntungan apapun pada negara tuan rumah, dan tidak transparan dalam operasinya. Menteri mengatakan bahwa laboratorium Angkatan Laut AS di Jakarta telah menerima sampel virus dari seluruh bagian Indonesia, tetapi sekarang sudah dihentikan.“Kami tidak tahu apa yang terjadi dengan virus-virus yang kami kirimkan itu.”
Endang
Rahayu Sedyaningsih adalah salah satu WNI yang berwenang atas
keberadaan laboratorium Namru 2 (Naval Medical Research
Unit/NAMRU-2), wanita yang pernah menjadi staf litbang Depkes ini,
dituding oleh mantan Menkes sebelumnya, Siti Fadilah Supari, sebagai
orang yang mengirimkan spesimen virus influenza A (H5N1) ke laboratorium
NAMRU-2 saat Departemen Kesehatan yang saat itu dia pimpin memutuskan
untuk menghentikan pengiriman spesimen guna memprotes mekanisme
pertukaran virus WHO yang tidak adil.
Dia memiliki akses untuk keluar masuk
dengan bebas di Namru. Aktivitasnya ini kemudian diketahui oleh Siti.
Karena ketahuan itulah kemudian Endang dimutasi jabatannya dan diminta
untuk minta maaf kepada Siti Fadilah.
Mengenai kedekatannya dengan orang-orang
di laboratorium riset Angkatan Laut Amerika ini, Endang mengatakan
sebagai peneliti dia sering berhubungan dengan lembaga-lembaga riset di
dalam dan luar negeri termasuk Namru 2 dan mengenal orang-orang yang
bekerja di sana.
“Jadi saya dekat dengan Namru, saya dekat dengan Belanda, saya dekat dengan NIID (National Institute of Infectious Diseases) di Jepang, saya dekat dengan China, ada penelitian malaria. Sebagai peneliti kita dekat dan bekerja sama. Jadi tidak ada saya dekat dengan ini, tidak dekat dengan itu. Itu semua berbasis profesional kerjasama,” tegas Menkes Endang Rahayu ketika ditanya perihal kedekatannya dengan Namru, Kamis (22/10).
Kematian Para Ilmuwan
Lee Jong-woo (61)
Meninggal
dunia pada 22 Mei 2006 , disebabkan oleh gumpalan darah pada otaknya.
Dia memimpin perjuangan organisasinya untuk melawan ancaman global Flu
Burung, AIDS, dll. Dirjen WHO sejak 2003, Lee adalah pejabat
Internasional ternama yang tidak memiliki riwayat sakit.
Dr. Mario Alberto Vargas Olvera (52)
Meninggal
dunia 6 Oktober 2007, karena beberapa luka benda-benda tumpul di kepala
dan lehernya. Polisi mengkategorikannya sebagai pembunuhan. Ia adalah
seorang ahli biologi yang terkenal secara nasional dan internasional.
Robert J. Lull
Meningggal 19 Mei 2005, meninggal karena motif perampokan yang aneh. Inspektur bagian pembunuhan mengatakan :
“Seorang perampok pada umumnya akan mengambil lebih banyak benda-benda berharga korban ketimbang kartu kredit korban”. Lull adalah mantan Kepala the American College of Nuclear Physicians, the San Fransisco Medical Society, dan juga bertindak sebagai editor jurnal San Fransisco Medicine.“
Bagaimana Virus dan Bakteri Bisa Dikendalikan Sebagai Senjata Biologi
Sebetulnya saya belum begitu paham dengan mekanisme penciptaan virus. Namun dari sebuah buku pelajaran, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa Virus atau Bakteri dapat di ciptakan dari Mutasi Biologis. Dalam komposisi mutagen yang memiliki kemampuan untuk mengubah kondisi DNA suatu sel, sehingga akan mengalami mutasi. Pada akhirnya bakteri atau virus dapat diciptakan sebagai vaksin ataupun senjata biologi.
“Perkembangan penduduk adalah isu yang sangat besar yang dihadapi dunia pada tahun-tahun mendatang, sebuah dunia dengan penghuni 10 juta manusia bukanlah dunia yang ingin kita tinggali. Apakah kondisi dunia ini tidak dapat kita hindarkan? Ada dua cara yang memungkinkan kondisi dunia seperti itu dapat dicegah. Apakah dengan menurunkan jumlah kelahiran atau tingkat kematian meningkat. Tak ada cara lain.” (Robert Mc Namara, Presiden, World Bank, Mantan menteri pertahanan)
Perlu saya perjelas,
tidak ada maksud saya untuk menakut-nakuti pembaca dan saya sendiri juga
bukan ketakutan. Saya hanya ingin memberi tahu apa yang saya tahu.
1 komentar:
lanjutkan........
Posting Komentar
Silahkan Masukan Komentar, Saran, Ide Dari Anda..