Apa jadinya jika dokter sebagai pihak yang paling bertanggung jawab
tidak tahu status kehalalan obat-obatan? Kecemasan pasien kini bertambah
satu lagi. Selain cemas karena sakit dan harga obat yang terus
melambung, kini kita harus dipusingkan dengan status kehalalan
obat-obatan. Beberapa obat memang mencantumkan dengan jelas sumber
bahannya. Misalnya pada obat LOVENOX buatan Aventis yang menuliskan
“bersumber babi” pada kemasannya. Obat tersebut merupakan hepharin
(berfungsi mengencerkan darah) yang dipakai bagi penderita penyakit
jantung. Namun sayangnya obat yang dipakai dengan cara disuntikkan itu
hanya menginformasikannya pada kemasan luar.
Ada dokter yang memberitahukan hal tersebut pada pasien, tetapi
banyak juga yang tidak memberitahukan. Akibatnya pasien yang tidak
diinformasikan oleh dokter tidak akan mengetahui hal tersebut. Celakanya
lagi, sebagian besar dokter tidak mengetahui status kehalalan
obat-obatan yang digunakan untuk para pasiennya tersebut. Prof dr
Jurnalis Uddin bahkan menduga hampir 99% dokter yang ada di Indonesia
tidak tahu halal dan haramnya obat yang beredar, karena memang tidak
pernah diajarkan kepada mereka. Nah, kalau dokter saja tidak tahu,
bagaimana pasiennya?
Minim Informasi
Bagaimana dokter mendapatkan informasi tentang obat di Indonesia?
Pertama adalah selama pendidikan mereka di fakultas kedokteran di
berbagai universitas. Setelah jadi dokter, mereka mendapatkan informasi
dari Buku ISO terbitan ISFI yang terbit tiap tahun, buku MMIS edisi
Indonesia yang terbit tiap tahun, medical representative yang
menyampaikan produk obat dari pabrik/distributor, seminar/workshop
dimana peserta biasanya meniru lead doctor di bidang tertentu, jurnal
cetak dan digital serta evidence Based Medicine yang berupa Cochrane
atau Evidence Matters
Informasi yang diberikan oleh berbagai sumber tersebut adalah
menyangkut bahan aktif obat, khasiat obat, indikasi pemakaian obat,
kontra indikasi, efek samping, dosis dan kemasan. Khusus dari evidence
based medicine, memberikan pilihan obat/tindakan berdasarkan the best
evidence mutakhir. Info mengenai status kehalalan atau bahan haram yang
mungkin digunakannya sama sekali tidak ada.
Dari sekitar 200 perusahaan obat yang berproduksi di Indonesia,
sebagian besar bahan baku obat yang digunakan dibuat di luar negeri.
Prosedur pembuatan obat sesuai dengan prosedur pabrik induk di luar
negeri atau beracik dari bahan-bahan yang diimpor dari luar negeri.
Dengan demikian mereka juga tidak memiliki informasi yang memadai
mengenai status kehalalannya. Sedangkan dari lebih kurang 10.000 jenis
obat yang beredar saat ini hampir semuanya belum mendapatkan sertifikasi
halal dari MUI.
Dari fakta-fakta di atas, maka konsumen muslim memang belum
terlindungi secara baik, khususnya dalam penggunaan obat-obatan. Kendala
ini menjadi pekerjaan rumah besar yang harus segera diselesaikan oleh
pihak-pihak yang terkait, agar masyarakat tidak terkatung-katung dengan
ketidak jelasan status kehalalan obat yang beredar.
Sumber: Jurnal Halal LP POM MUI
Kehalalan Obat, 99% Dokter Tidak Tahu
Diposting oleh
Unknown
Sabtu, 18 Februari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Masukan Komentar, Saran, Ide Dari Anda..