Ahlan Wa Sahlan di Solusi Sehat Alami Semoga ANDA mendapatkan manfaat dan siap bermitra dengan KAMI, untuk melengkapi informasi ANDA silahkan hubungi di 081252069532; 085645829608 jangan lupa komentar, pesan dan kesan

GAMALIFE

GAMALIFE HPA merupakan produk herbal yang terbuat dan mengandung GAMAT EMAS 100% dalam tiap kapsulnya, diolah dengan proses EKSTRAKSI dengan media AIR (yang mayoritas proses ekstraksi menggunakan ALKOHOL) dengan teknologi Presshot. Kenapa harus diekstraksi ?

PT Biofarma Tak Kapok Kembangkan Vaksin!

0 komentar


PT Biofarma, produsen vaksin sekaligus pemasok tunggal vaksin program imunisasi nasional tak kapok kembangkan vaksin, meski korban terus berjatuhan. PT Biofarma telah mengembangkan 3 vaksin baru sebagai produk unggulan perusahaan setelah permintaan atas vaksin polio menurun. Maklum, belum lama ini, dua balita meninggal dunia pasca imunisasi campak dan polio pada Oktober 2011 lalu.

Vaksin PT Biofarma, ikuti standard WHO

Sudah rahasia umum jika PT Biofarma sebagai produsen vaksin di Indonesia harus ikut standard organisasi kesehatan dunia, WHO, dalam pembuatan vaksinnya. Padahal, WHO sendiri sudah mengakui bahwa mereka akan mengurangi penggunaan babi dalam pembuatan vaksin.

Pendirian WHO sendiri tidak lepas dari sosok keluarga Rockefeller, seorang yahudi dan anggota zionisme internasional. Bahkan sebagaimana diungkapkan oleh sejarah vaksin modern, Flexner Brother, yang mendanai vaksinasi pada manusia adalah keluarga si yahudi tadi, yakni Rockefeller.

Sebagaimana disampaikan Direktur Utama PT Biofarma (Persero) Iskandar, saat ini perusahaan membutuhkan produk unggulan baru karena program pemberantasan penyakit polio akan berakhir dalam waktu dekat.

“Tadinya WHO menargetkan virus polio akan habis pada 2014, walaupun kemudian dimundurkan lagi ke 2017,” katanya.

Vaksin polio, jelasnya, merupakan 50 % dari keseluruhan produksi vaksin Biofarma yang sampai 2010 sudah melebihi 1,7 miliar dosis.

Vaksin PT Biofarma halal?

Masalah halal haram vaksin sudah menjadi perdebatan sengit tanpa henti, meskipun keharaman vaksin begitu jelas dan tegas! Kekuatan dana perusahaan-perusahaan besar produsen vaksin kadangkala melenakan siapapun, termasuk akhirnya mengeluarkan fatwa pesanan.

“Vaksin imunisasi itu halal dan baik”, demikian ungkap  Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Maruf Amin, ketika memperingati Hari Anak Nasional serta seminar dan lokakarya nasional sosialisasi “Vaksin Imunisasi Halal dan Baik” di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta (Sabtu, 23/7).

Padahal, dari para peneliti PT Biofarma sendiri yang mengatakan bahwa bahan pembuatan vaksin yang mereka produksi adalah bahan-bahan yang diharamkan dan membahayakn umat manusia.

Profesor Jurnalis Uddin, seorang anggota MPKS (Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak), dalam sebuah acara dengan PT Biofarma dan Aventis untuk memberikan penjelasan tentang proses pembuatan vaksin polio mengungkapkan adanya tripsin babi dalam pembuatan vaksin polio, begitu juga dengan vaksin Meningitis yang diproduksi oleh Glaxo Smith Kline untuk para jama’ah haji.

Dori Ugiyadi, Kepala Divisi Produksi Vaksin Virus Biofarma membenarkan bahwa ketiga sel kultur tersebut dipakai untuk pengembangan vaksin influenza. “Di Biofarma, kita menggunakan sel ginjal monyet untuk produksi vaksin polio. Kemudian sel embrio ayam untuk produksi vaksin campak,” ujarnya. Lalu, mengapa PT Biofarma masih saja terus dibiarkan memproduksi vaksin?

Vaksin, konspirasi jahat hancurkan Islam?

Pihak Biofarma melalui dirutnya, Iskandar mengungkapkan bahwa ada 3 produk utama yang rencananya akan diproduksi perusahaan dalam waktu dekat setelah memasuki tahap akhir dalam proses riset.

Produk Pentavalent Biofarma rencananya akan memasuki tahap uji coba Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun depan dan memasuki tahap komersialisasi pada 2014 jika lulus uji WHO.

Betulkah Biofarma mengajukan vaksinnya ke BPOM untuk diuji? Siapa yang bisa menjamin dan membenarkan hal tersebut? Maklum, faktanya di lapangan tidak demikian.

Prof.Dr.Tuntedja, dari LP POM MUI, berpendapat tentang sertifikat halal dari semua vaksin produk PT Biofarma, ternyata beliau menyampaikan bahwa PT Biofarma belum dapat dan belum daftar untuk diaudit.
Sementara itu, Dra.Hj.Welya Safitri, M.Si, Wakil Sekjen MUI pernah mengatakan : “MUI tidak pernah menghalalkan vaksin yang  diproduksi PT Biofarma.”

Lalu, mengapa kyai sekelas Maruf Amin, ketua MUI pula, bisa dengan seenaknya mengeluarkan fatwa bahwa vaksin imunisasi itu halal dan baik, padahal dari LP POM MUI, dan Wakil Sekjen MUI tidak pernah menghalalkan vaksin yang diproduksi PT Biofarma.

Tentu ada konspirasi jahat di bidang medis untuk menghancurkan umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya. Pekerjaan siapa lagi ini kalau bukan zionis yahudi. Waspadalah….Waspadalah…!

Fakta-Fakta Manfaat Tanaman Ganja Dalam Ilmu Medis

0 komentar

Ganja sebagai tanaman yang paling terkenal sepanjang sejarah manusia, tidak bisa dipungkiri telah mengalami berbagai bentuk pemberitaan yang tidak obyektif dan cenderung negatif. Dari sudut pandang kesehatan manusia, tanaman Ganja (Cannabis sativa) adalah tanaman yang telah memiliki sejarah panjang dalam literatur-literatur medis purba dari berbagai kebudayaan dunia.

1. Kitab “Pen T’sao Ching” adalah kitab pengobatan herbal yang pertama di dunia. Dikumpulkan dari catatan-catatan Kaisar Shen Nung pada tahun 2900-2700-an S.M. (Sebelum Masehi), kitab ini menyebutkan bahwa Ganja memiliki khasiat menghilangkan sakit datang bulan, malaria, rematik, gangguan kehamilan, gangguan pencernaan, dan penyakit lupa.

2. Tablet (potongan-potongan batu) yang ditemukan di reruntuhan perpustakaan Ashurbanipal di Kouyunjik adalah kumpulan peninggalan ilmu pengetahuan dari peradaban di daerah subur Mesopotamia. Raja Ashurbanipal yang memerintah di kota Niniveh antara tahun 668 hingga 626 S.M. adalah simbol bagi kemajuan ilmu pengetahuan peradaban di Mesopotamia. Keping-keping batu yang dipahat dengan huruf paku (cuneiform) ini menyebutkan bahwa tanaman ganja memiliki manfaat sebagai : insektisida, perangsang seksual, menyembuhkan impotensi, neuralgia (penghilang rasa sakit saraf), tonik (penyegar), menyembuhkan penyakit ginjal, penyumbatan paru-paru, kejang, depresi, kecemasan, epilepsi, luka, dan memar pada kulit hingga menghilangkan sakit menstruasi.

3. Berbagai kitab pengobatan dari India juga menyebutkan mengenai beragam khasiat ganja dalam penyembuhan berbagai penyakit. Kitab Susruta Samhita (yang ditulis sekitar 800-300 S.M.) menyebutkan ganja berkhasiat dalam pengobatan radang pernafasan, diare, produksi cairan yang berlebih, serta demam. Sementara kitab seperti Rajanirghanta yang ditulis oleh Nahari Pandita pada tahun 300 masehi menyebutkan khasiat ganja untuk merangsang nafsu makan, memperbaiki ingatan, dan menghilangkan gas dalam sistem pencernaan.

Di beberapa negara tumbuhan ini tergolong narkotika, walau tidak terbukti bahwa pemakainya menjadi kecanduan, berbeda dengan obat-obatan terlarang jenis lain yang menggunakan bahan-bahan sintetik atau semi sintetik dan merusak sel-sel otak, yang sudah sangat jelas bahayanya bagi umat manusia. Di antara pengguna ganja, beragam efek yang dihasilkan, terutama euforia (rasa gembira) yang berlebihan serta hilangnya konsentrasi untuk berpikir di antara para pengguna tertentu.

Efek negatif secara umum adalah pengguna akan menjadi malas dan otak akan lamban dalam berpikir.  Namun, hal ini masih menjadi kontroversi, karena tidak sepenuhnya disepakati oleh beberapa kelompok tertentu yang mendukung medical marijuana dan marijuana pada umumnya. Selain diklaim sebagai pereda rasa sakit, dan pengobatan untuk penyakit tertentu (termasuk kanker), banyak juga pihak yang menyatakan adanya lonjakan kreativitas dalam berpikir serta dalam berkarya (terutama pada para seniman dan musisi).
Berdasarkan penelitian terakhir, hal ini (lonjakan kreativitas), juga dipengaruhi oleh jenis ganja yang digunakan. Salah satu jenis ganja yang dianggap membantu kreativitas adalah hasil silangan modern “Cannabis indica” yang berasal dari India dengan “Cannabis sativa” dari Barat.  Jenis ganja silangan inilah yang tumbuh di Indonesia.

Efek yang dihasilkan juga beragam terhadap setiap individu. Segolongan tertentu ada yang merasakan efek yang membuat mereka menjadi malas, sementara ada kelompok yang menjadi aktif, terutama dalam berfikir kreatif (bukan aktif secara fisik seperti efek yang dihasilkan metamfetamin). Ganja, hingga detik ini, tidak pernah terbukti sebagai penyebab kematian maupun kecanduan. Bahkan, di masa lalu dianggap sebagai tanaman luar biasa, di mana hampir semua unsur yang ada padanya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.  Hal ini sangat bertolak belakang dan berbeda dengan efek yang dihasilkan oleh obat-obatan terlarang dan alkohol, yang menyebabkan penggunanya menjadi kecanduan hingga tersiksa secara fisik, dan bahkan berbuat kekerasan maupun penipuan (aksi kriminal) untuk mendapatkan obat-obatan kimia buatan manusia itu.

Dalam penelitian ilmiah dengan metode systematic review yang membandingkan efektifitas ganja sebagai obat antiemetic didapatkan hasil ganja memang efektif sebagai obat antiemetic dibanding prochlorperazine, metoclopramide, chlorpromazine, thiethylperazine, haloperidol, domperidone, atau alizapride, tetapi pengunaannya sangat dibatasi dosisnya, karena sejumlah pasien mengalami gejala efek psikotropika dari ganja yang sangat berbahaya seperti pusing, depresi, halusinasi, paranoia, dan juga arterial hypotension.
Negeri Yunani sebagai salah satu lokasi asal penyebaran tonggak kemajuan peradaban manusia melahirkan juga kumpulan pengetahuan medisnya. Kitab “Materia Medica” yang ditulis oleh Dioscorides (1 S.M.) pada masa setelah Romawi menguasai Yunani menjadi buku rujukan bagi ilmuwan dari banyak bangsa selama 1500 tahun. Dalam “Materia Medica”, Dioscorides mencatat ganja sebagai tanaman yang serat batangnya bagus dan kuat untuk dibuat tali, sementara bijinya bermanfaat untuk mengobati sakit telinga dan hilangnya gairah seksual (Dioscorides 1968 – 3.165 – p.390). Dalam “de facultatibus alimentorum”, Claudius Galen atau yang lebih terkenal dengan Galen (128-201 Masehi) mencatat kalau masyarakat Yunani saat itu memakan kue dengan bahan ganja yang dinamai cum aliis tragematis & quot untuk kegembiraan dalam perjamuan.

Sementara sebagai obat, Galen mencatat kalau ganja dipakai untuk menghilangkan rasa sakit dan menghilangkan gas dari saluran pencernaan. Pemikir Yunani lain yang bernama Gaius Plinius Secundus atau “Pliny si Tua” (23-79 M) mencatat kegunaan ganja dalam “Naturalis Historia” sebagai jus untuk mengeluarkan cacing dan binatang2 kecil yang masuk ke telinga, menghilangkan sakit perut, menyembuhkan persendian yang kaku, rematik dan penyakit kulit.
Kumpulan pengetahuan medis dari bangsa Yunani ini kemudian diteruskan perkembangannya oleh bangsa Arab. Bangsa Arab merupakan bangsa yang memiliki kumpulan pengetahuan medis tentang ganja dengan jumlah paling banyak dibandingkan bangsa-bangsa yang lain sebelum abad ke-20. Catatan pertama manfaat medis ganja dalam literatur Arab muncul dari tulisan dokter bernama Ibn-Masawayh (857 M) yang menyebutkan kegunaannya sebagai obat sakit telinga. Pada abad ke-10, bapak kedokteran Arab, Ibnu Sinna atau yang lebih terkenal di dunia dengan Avicenna juga mencatat manfaat ganja untuk mengeluarkan gas dari perut.
 
Epilepsi merupakan penyakit yang tercatat oleh bangsa Arab sebagai penyakit yang dapat disembuhkan dengan ganja. Ibn al-Badri pada abad ke-15 menyebutkan kalau ganja bisa menyembuhkan serangan epilepsi dalam seketika (Lozano, 1989).

Pada awal abad ke-13 muncul larangan pertama di dunia Arab berdasarkan ajaran agama Islam mengenai pemakaian ganja, tepatnya pada masa kekuasaan raja al-Zahir baybars (Hamarneh, 1957). Tetapi seorang dokter kerajaan yang bernama Yusuf ibn Rasul masih bersikeras menggunakannya dalam praktek pengobatan untuk menyembuhkan sakit kepala (Lewis et al. 1971).

Catatan kegunaan medis menarik tentang ganja yang baru muncul dari bangsa Arab adalah khasiatnya menyembuhkan tumor. Ibn Buklari pada abad ke-11 menyebutkan kalau jus dari daun ganja bisa menyembuhkan ‘abses’ di kepala, Ibn-al-Baytar seabad kemudian menyebutkan khasiat minyak dari biji ganja untuk menghilangkan tumor yang sudah mengeras (al-awram al-siya). Catatan lain datang dari Muhammad Riza Shirwani pada abad ke-17 yang memakai biji ganja untuk pengobatan tumor pada rahim (Mu’min, 1669).

Pemakaian ganja sebagai pengobatan menyebar ke Eropa dan bahkan ke Amerika Selatan dari negeri Arab. Bangsa Arab adalah yang memperkenalkan benua Eropa pertama kali dengan salah satu penemuan terpenting umat manusia, yaitu kertas (kebetulan bahan bakunya adalah serat batang ganja). Bangsa Arab juga menjadi perantara penyebaran ilmu-ilmu kuno dari zaman keemasan Yunani dan Romawi, salah satunya adalah ilmu medis atau pengobatan. Dalam hal ini bangsa Arab memiliki kumpulan pengetahuan khasiat pengobatan tanaman ganja yang terbanyak di seluruh dunia sebelum abad ke-20. Berikut ini adalah daftar beberapa ahli pengobatan yang tercatat dalam literatur pernah menyebutkan mengenai khasiat obat dari ganja :
  • Ibn Masawayh (857 M) & Ishaq b. Sulayman (abad ke-10) – Minyak biji ganja untuk menyembuhkan sakit di telinga.
  • Ibn al-Baytar (1291) – Minyak biji ganja untuk menyembuhkan gas (‘rih’) pada telinga.
  • Al-Antaki (abad ke-16) – minyak biji ganja dapat membunuh cacing dalam telinga & mengeluarkan benda-benda asing dan kotoran.
  • Al-Dima (abad ke-9) – Ganja untuk obat cacing perut.
  • Al-Firuzabadi (abad ke-14 – 15) – Obat cacing kremi / habb al-qar’.
  • Sabur ibn Sahl (abad ke-9) – Menghilangkan rasa sakit kronis, sakit kepala, migrain, mencegah keguguran, gagal melahirkan, mengurangi sakit pada rahim, & menjaga bayi tetap pada abdomen ibunya (kitab “Al-Aqrabadhin Al-Saghir”).
  • Ibn Wafid al-Lajmi (abad ke-11) – Biji ganja untuk menambah produksi air susu ibu & menyembuhkan sakit amenorrhea.
  • Avicenna/Ibnu Sinna (abad ke-10) – daun dan biji ganja u/ mengobati & mengeluarkan gas dari perut.
  • Al-Biruni (abad ke-12) – Menyembuhkan rasa sakit kronis
  • Al-Masi (1877) – Daun ganja untuk mengeluarkan gas dari rahim, usus & lambung.
  • Al-Mayusi (1877) – Daun ganja untuk menghilangkan dahak dari perut.
  • Ibn Habal (1362) – Biji ganja untuk mengeluarkan cairan empedu dan dahak.
  • Ibn al-Baytar (1291) – Ganja untuk melancarkan buang air kecil.
  • Ishaq b. Sulayman (1986) – Ganja bisa menghangatkan badan.
  • Jabir ibn Hayyan (abad ke-8) – Ganja memiliki sifat psikoaktif (kitab al-Sumum).
  • Umar Ibn Yusuf ibn Rasul (abad ke-13) – Ganja sebagai obat sakit kepala.
  • Ibn al-Baytar (1291 AH) – Minyak biji ganja untuk mengurangi sakit syaraf.
  • Al-Qazwini (1849) – Jus ganja untuk mengurangi rasa sakit pada peradangan bola mata.
  • Tibbnama (1712) – Tumbukan batang dan daun ganja untuk mengobati wasir.
  • Al-Masi (abad ke-10) – Ganja untuk pengobatan epilepsi.
  • Al-Badri (1464) – Ganja untuk mengobati epilepsi.
  • Abu Mansur ibn Muwaffak (abad ke-10) – Ganja untuk mengobati sakit kepala (Kitab al-abniya ‘an haqa’iq al-adwiya).
  • Avicenna (1294) – Jus dari daun ganja untuk obat panu di kulit.
  • Al-Razi – Jus daun ganja untuk merangsang pertumbuhan rambut.
  • Ibn Buklari (abad ke-11) – Jus daun ganja untuk menyembuhkan abses (tumor) di kepala.
  • Muhammad Riza Shirwani (abad ke-17) – Minyak biji ganja untuk mengobati tumor pada rahim.
Berbagai catatan dari ahli-ahli pengobatan Arab ini masih mencengangkan dunia medis modern. Mengherankan karena banyak di antara khasiat ganja yang disebutkan di atas bahkan belum dikonfirmasi atau dibuktikan oleh ilmu pengetahuan medis saat ini, namun sudah dibuktikan dan dipercaya kemanjurannya oleh ilmuwan-ilmuwan dari Arab.

Pada bulan November 1996 masyarakat California menyetujui proposisi 215, sebuah inisiatif yang dapat, membuat mariyuana tersedia secara legal sebagai obat di Amerika Serikat untuk pertama kali setelah bertahun-tahun. Dibawah undang-undang yang baru, pasien atau perawat utama mereka yang memiliki atau menanam ganja untuk perawatan medis yang telah direkomendasikan oleh seorang dokter akan dibebaskan dari segala tuntutan kriminal. Pengobatannya dapat diperuntukkan bagi “Kanker, anorexia, AIDS, rasa sakit kronis, kejang-kejang, galukoma, arthritis, migrain, atau apapun penyakit lainnya yang dapat disembuhkan oleh mariyuana.” Dokter tidak boleh dihukum dalam cara apapun karena membuat rekomendasi, yang dapat ditulis maupun secara lisan. Disahkannya hukum seperti ini hanyalah permulaan dari sebuah trend yang akan menghadirkan tantangan baru bagi dokter, yang akan diminta untuk mengambil tanggung jawab awal dimana banyak dari kita yang belum siap. Semakin banyak pasien yang mendekati mereka dengan pertanyaan mengenai mariyuana, mereka harus memberikan jawaban dan membuat rekomendasi. Itu berarti bahwa mereka tidak hanya harus mendengarkan dengan lebih cermat pasien-pasien mereka namun juga mendidik mereka sendiri dan yang lain. Mereka harus mempelajari gejala dan gangguan mana yang bisa diobati dengan lebih baik dengan ganja daripada pengobatan yang konvensional, dan mereka mungkin perlu untuk menjelaskan bagaimana menggunakan mariyuana.


Ganja sangatlah aman, praktis, dan obat-obatan yang potensinya sangat murah. Ketika kami mengulas kegunaan medisnya pada tahun 1993 setelah memeriksa banyak pasien dan sejarah kasus, kami dapat menyebutkan daftar sebagai berikut : mual dan muntah-muntah dalam kemoterapi kanker, sindroma hilangnya berat badan pada AIDS, glaukoma, epilepsi, kejang otot dan rasa sakit kronis pada multiple sclerosis, quadriplegia dan gangguan kejang lainnya, migrain, prurits parah, depresi, dan gangguan mood lainnya. Sejak itu kami telah mengidentifikasi lebih dari selusin lainnya termasuk asma, insomnia, dystonia, scleroderma, penyakit Crohn’s, diabetic gastroparesis, dan penyakit terminal. Daftar ini pun masih panjang.

Sebagai contoh, ganja juga ditemukan bermanfaat dalam pengobatan dari ostoarthritis. Aspirin dipercaya telah menyebabkan lebih dari 100 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat. Lebih dari 7,600 kematian setiap tahun dan 70,000 perawatan rumah sakit yang disebabkan oleh non-steroidal antiinflamatory drugs (NSAIDs) telah dilaporkan. Komplikasi gastrointestinal dari NSAIDs adalah efek samping serius yang paling sering dilaporkan. Penggunaan acetaminophen jangka panjang dianggap sebagai salah satu penyebab paling umum dari penyakit ginjal tahap akhir. Ganja yang dihisap beberapa kali sehari sering lebih efektif dari NSAIDs atau acetaminophen dalam osteoarthritis, dan belum pernah ada laporan kematian akibat ganja.

Sering diperdebatkan bahwa bukti dari kegunaan medis marijuana, walaupun kuat, hanyalah cerita belaka (anecdotal). Adalah benar bahwa tidak ada studi yang memenuhi standard dari Food and Drug Administration, terutama karena hambatan legal, birokratik dan finansial terus-menerus diberikan. Situasinya adalah ironi, karena begitu banyak penelitian telah dilakukan terhadap marijuana, sering dalam usaha yang tidak sukses untuk menunjukkan bahaya kesehatan dan potensi adiktif, yang kita tahu lebih banyak tentangnya daripada mengenai obat-obatan resep. Dalam kasus apapun, penelitian yang terkontrol dapat menyesatkan jika yang diteliti adalah pasien yang salah atau dosis yang keliru digunakan, serta respon pengobatan yang umum (dianggap biasa oleh pasien) dapat dikaburkan dalam eksperimen grup.
Bukti-bukti anekdotal adalah sumber dari kebanyakan pengetahuan kita mengenai obat-obatan. Seperti yang ditunjukkan oleh Louis Lasagna, eksperimen terkontrol tidak dibutuhkan untuk mengenali potensi terapeutik daro chloral hydrate, barbiturate, aspirin, insulin atau penisilin. Bukti-bukti anekdotal juga menunjukkan kegunaan dari propanolol dan chlorothiazide untuk hipertensi, diazepam untuk status epilepticus, dan imipramine untuk enuresis. Semua obat-obatan ini pada mulanya telah disetujui untuk kegunaan yang lain.

Beberapa dokter dapat menganggap ini sebagai tidak bertanggung jawab untuk didukung, lebih-lebih mengadvokasi penggunaan ganja berdasarkan dari bukti-bukti anekdotal (kesaksian pribadi), yang terlihat menghitung keberhasilan dan tidak menghiraukan kegagalan. Hal itu akan menjadi masalah serius hanya jika ganja merupakan obat yang berbahaya. Tahun-tahun dari usaha untuk membuktikan bahwa mariyuana berbahaya secara berlebihan telah membuktikan sebaliknya. Ia lebih aman, dengan lebih sedikit efek samping serius, daripada kebanyakan obat-obatan resep, dan jauh lebih tidak adiktif atau dapat disalahgunakan daripada banyak obat yang sekarang digunakan sebagai pelemas otot, hypnotic dan analgesic.

Karena itu dapat diperdebatkan bahwa jika hanya sedikit pasien yang bisa mendapatkan penyembuhan dari ganja, maka ganja harus dibuat tersedia karena resiko akan sangat kecil. Sebagai contoh, banyak pasien dengan multiple sclerosis menemukan bahwa ganja mengurangi kejang otot mereka dan rasa sakitnya. Seorang dokter mungkin tidak yakin bahwa pasien tertentu akan mendapatkan penyembuhan yang lebih baik dari ganja daripada obat seperti baclofen, dantrolene, dan dosis tinggi diazepam yang telah dikonsumsi si pasien, namun satu hal yang pasti adalah bahwa reaksi racun dari mariyuana sangatlah tidak mungkin, karena itu pertimbangan rasio antara resiko dan manfaat membuatnya sangat patut dicoba. Bagaimanapun, sebuah bentuk preparasi dan intruksi mungkin diperlukan, baik untuk mecapai tujuan pengobatan dan untuk menghindari reaksi yang tidak diinginkan. Efek psikoaktif, sebagai contohnya, harus dijelaskan kepada pasien yang awam terhadap mariyuana, yang mungkin akan mengalami kecemasan pada penggunaan awal.


Pertimbangan legitimasi yang utama adalah efek dari merokok pada paru-paru. Banyak dokter menemukan sulit untuk menyarankan obat yang dirokok. Walau asap ganja mengandung lebih banyak tar dan materi partikulat daripada asap tembakau, jumlah yang diperlukan oleh kebanyakan pasien sangatlah terbatas. Lebih lanjut, ketika mariyuana adalah obat yang dikenal secara terbuka, solusi bagi permasalahan ini mungkin bisa ditemukan, mungkin dengan pengembangan dari teknik untuk menghirup uap ganja. Bahkan sekarang, bahaya paling besar dari menggunakan ganja untuk keperluan medis bukanlah ketidakmurnian dalam asapnya namun ilegalitasnya, yang telah menempatkan kecemasan dan pengorbanan besar pada orang-orang yang menderita.

Sebuah versi sintetis dari delta-9-tetrahydrocannabinol, zat aktif utama pada ganja, telah tersedia dalam bentuk oral untuk keperluan terbatas sebagai obat yang termasuk daftar “Schedule II” sejak tahun 1985. Obat ini, dronabinol (Marinol), secara umum dianggap sebagai kurang efektif daripada mariyuana yang dirokok. Pasien yang mengalami mual-mual parah dan terus-menerus muntah, sebagai contoh, dapat menemukannya sebagai hampir tidak mungkin untuk menyimpan pil atau kapsul. THC oral secara acak dan lambat diserap ke dalam pembuluh darah; dosis dan durasi dari efek mariyuana yang dihisap adalah lebih mudah untuk dititrasi. Lebih lanjut, THC oral seringkali membuat banyak pasien menjadi cemas dan tidak nyaman, kemungkinan karena cannabidiol, satu dari banyak zat pada mariyuana, memiliki efek anxiolytic.
Selain tanggung jawab langsung terhadap pasien individual yang berhubungan dengan mariyuana medis, dokter juga mempunyai kewajiban yang bersifat sosial dan terutama politis. Jerome P. Kassirer telah mengidentifikasinya dalam editorial New England Journal terbaru yang berjudul “Federal Foolishness and Mariyuana.” Ia mendeskripsikan kebijakan pemerintah pada mariyuana medis sebagai “munafik” dan memprediksi bahwa dokter yang “memiliki keberanian untuk menentang pelarangan mariyuana bagi orang sakit” pada akhirnya akan memaksa pemerintah untuk mencapai sebuah bentuk akomodasi. Tugas penting tersebut akhirnya akan jatuh pada generasi dokter yang lebih muda, termasuk mahasiswa kedokteran saat ini dan di masa depan.
Istilah mariyuana medis (medical mariyuana) mendapat pengertian baru yang dramatis pada Februari tahun 2000, ketika para peneliti di Madrid mengumumkan bahwa mereka telah menghancurkan tumor otak yang tidak bisa disembuhkan pada tikus dengan menyuntik mereka dengan THC, zat aktif pada ganja.

Studi di Madrid menandai kesempatan kedua dimana THC telah diberikan kepada hewan yang mengidap tumor; yang pertama adalah penyelidikan Virginia 26 tahun yang lalu. Pada kedua studi, THC menyusutkan atau menghancurkan tumor pada sebagian besar subyek tes.
Kebanyakan masyarakat Amerika tidak mengetahui apa-apa mengenai penemuan Madrid. Hampir tidak ada Koran Amerika Serikat yang memuat ceritanya (tidak heran, karena mereka berusaha menutup-nutupinya -pen.), yang hanya diterbitkan sekali di jaringan berita AP dan UPI, pada tanggal 29 februari 2000.

Bagian yang mengerikan adalah ini bukanlah pertama kalinya ilmuwan telah menemukan bahwa THC bisa menyusutkan tumor. Pada tahun 1974 peneliti di Medical College of Virginia, yang telah didanai oleh National Institute of Health untuk menemukan bukti bahwa mariyuana merusak sistem kekebalan tubuh, malah menemukan bahwa THC menghambat pertumbuhan tiga jenis kanker pada tikus – kanker paru-paru dan payudara serta kanker darah (leukimia) yang disebabkan oleh virus.

DEA dengan cepat menutup studi Virginia dan seluruh penelitian lebih lanjut mengenai ganja dan tumor, menurut Jack Herer, yang melaporkan pada peristiwa di bukunya, “The Emperor Wears No Clothes,” Pada tahun 1976 Presiden Gerald Ford menghentikan seluruh penelitian publik terkait dengan ganja dan memberikan hak penelitian eksklusif kepada perusahaan-perusahaan farmasi, yang merencanakan – namun gagal – untuk mengembangkan bentuk sintetis dari THC yang dapat memberikan semua manfaat medis tanpa efek “tinggi.”

Peneliti Madrid melaporkan pada terbitan Maret dari “Nature Medicine” bahwa mereka menginjeksi otak dari 45 tikus-tikus dengan sel kanker, menghasilkan tumor yang keberadaannya dikonfirmasi oleh MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pada hari ke-12 mereka menginjeksi 15 ekor tikus dengan THC dan 15 ekor dengan Win-55,212-2 sebuah senyawa sintetis yang mirip dengan THC. “Semua tikus yang tidak diberi pengobatan mati dalam waktu 12-18 hari setelah inokulasi sel glioma (kanker otak) … Tikus yang diberikan cannabinoid (THC) bertahan hidup jauh lebih lama daripada tikus yang menjadi pembanding (kontrol). Pemberian THC tidaklah efektif pada tiga ekor tikus, yang mati pada hari 16-18. Sembilan dari tikus yang diobati dengan THC hidup sampai melewati masa kematian dari tikus yang tidak diberikan apa-apa, dan bertahan hidup hingga 19-35 hari. Selebihnya, tumor sepenuhnya menghilang pada ketiga tikus yang diberi THC.” Tikus-tikus yang diobati dengan Win-55,212-2 menunjukkan hasil yang sama.

Peneliti Spanyol, dipimpin oleh Dr. Manuel Guzman dari University of Complutense, juga mencoba mengaliri otak tikus yang sehat dengan dosis besar THC selama tujuh hari, untuk menguji efek biokimia yang berbahaya atau efek neurologis. Mereka juga tidak menemukan apa-apa.

“Analisis MRI yang hati-hati dari seluruh tikus yang bebas dari tumor menunjukkan tidak adanya tanda-tanda kerusakan yang berkaitan dengan necrosis, edema, infeksi atau trauma … Kami juga meneliti potensi lain dari efek pemberian cannabinoid. Pada kedua tikus, baik yang bebas dari tumor maupun yang mengidap tumor, pemberian cannabinoid tidak menyebabkan perubahan yang substansial sama sekali pada ukuran perilaku seperti koordinasi motor dan aktifitas fisik. Konsumsi makanan dan air, juga pertambahan berat badan tidak ditemukan selama dan setelah pemberian cannabinoid. Begitu juga, profil hematologikal umum dari tikus-tikus yang diobati dengan cannabinoid yang tampak normal. Kemudian, baik ukuran biokima maupun penanda akan kerusakan jaringan tidak menampakkan perubahan substansial selama pemberian 7 hari atau setidaknya selama 2 bulan setelah pengobatan dengan cannabinoid berakhir.

Penelitian Guzman adalah penelitian satu-satunya sejak studi Virginia 1974 ketika THC diberikan kepada hewan yang mengidap tumor. Ilmuwan Spanyol telah mengutip studi tahun 1998 dimana cannabinoid telah menghambat penyebaran sel kanker payudara, namun penelitian tersebut adalah penelitian dengan cawan Petri dan tidak melibatkan subyek yang hidup.)

Dalam wawancara dengan email untuk cerita ini, ilmuwan dari Madrid mengatakan bahwa ia telah mendengar mengenai studi Virginia, namun tidak pernah berhasil menemukan literatur mengenainya. Bagaimanapun, artikel dalam Nature Medicine menyebutkan bahwa studi yang baru sebagai studi yang pertama dilakukan pada hewan pengidap tumor dan tidak mengutip penelitian Virgina tahun 1974.
“Saya mengetahui keberadaan penelitian tersebut. Sebenarnya saya telah berusaha mencoba beberapa kali untuk mendapatkan artikel jurnal dari penelitian yang asli oleh orang-orang ini, namun terbukti tidak mungkin.” Ujar Guzman.

Pada tahun 1983 pemerintahan Reagan/Bush mencoba untuk membujuk universitas-universitas Amerika dan para peneliti untuk menghancurkan seluruh hasil penelitian ganja dari 1966-1967, termasuk compendium dalam perpustakaan, lapor Jack Herer, yang menyebutkan, “Kami mengetahui bahwa sejumlah besar informasi sejak itu telah menghilang.”



Guzman memberikan judul dari karyanya – “Antineoplastic Activity of Cannabinoids,” sebuah artikel pada jurnal dari National Cancer Institute tahun 1975 – dan penulis ini mendapatkan salinan dari fakultas kedokteran University of California di Davis dan mem-fax-nya ke Madrid.
Ringkasan dari studi Virginia dimulai, “Pertumbuhan adenocarcinoma paru-paru Lewis telah dihambat dengan pemberian secara oral dari tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabinol (CBN)” – dua jenis dari cannabinoid, sebuah keluarga dari komponen aktif di mariyuana. “Tikus yang diobati selama 20 hari berturut-turut dengan THC dan CBN telah berkurang ukuran tumor utamanya.
Pada artikel jurnal tahun 1975 tidak menyebutkan mengenai kanker tumor payudara, yang hanya dimuat sebagai cerita koran satu-satunya yang pernah muncul mengenai studi 1974 – pada bagian local dari Washington Post pada 18 Agustus, 1974. Dibawah judul, “Penghambat Kanker Tengah Dipelajari,” berikut sebagian dari isinya:

“Agen kimia aktif pada mariyuana yang menghambat pertumbuhan dari tiga jenis kanker pada tikus dan juga mungkin menghambat reaksi kekebalan yang menyebabkan penolakan transplantasi organ, telah ditemukan oleh fakultas kedokteran dari Tim Virginia.” Ilmuwan, “menemukan bahwa THC memperlambat pertumbuhan dari kanker paru-paru, kanker payudara dan leukemia yang dipicu oleh virus pada tikus laboratorium, serta memperpanjang hidup mereka sebanyak 36 persen.”

Guzman, menulis dari Madrid, dengan fasih dalam responnya setelah penulis ini mengirimkan fax dari kliping Washington Post kepadanya seperempat abad yang lalu. Dalam terjemahan, dia menulis :

“Ini sangat menarik bagi saya, harapan bahwa proyek ini terlihat sedang bangkit pada saat ini, dan perkembangan menyedihkan dari peristiwa-peristiwa selama tahun-tahun setelah penemuan ini, hingga saat ini kita menutup kembali tabir akan kekuatan anti-tumor dari THC, dua puluh lima tahun kemudian. Sayangnya, dunia terpantul-pantul antara momen harapan dan periode panjang dari pengebirian intelektual.”



Liputan-liputan berita dari penemuan Madrid hampir-hampir tidak ditemukan di negara ini. Berita ini diterbitkan diam-diam pada 29 Februari tahun 2000 dengan cerita yang pernah dimuat sekali pada kawat UPI tentang artikel Nature Medicine. Penulis ini menemukannya pada link yang muncul sebentar pada halaman situs Drudge Report. New York Times, Washington Post dan Los Angeles Times semuanya menghiraukan saja cerita ini, walaupun pentingnya berita ini tidak dapat dipungkiri : sebuah zat tidak berbahaya yang terdapat di alam dan dapat menghancurkan tumor otak yang mematikan.

Bila profesor Cheech dan Chong menerima bantuan universitas untuk mengajarkan sejarah pengobatan dari subyek favorit mereka, tebal dari paket kurikulumnya akan mengejutkan. Sejak 2737 SM (sebelum masehi), kaisar yang mistis, Shen Nung dari Cina sudah meresepkan teh ganja untuk mengatasi encok, rematik, malaria dan mungkin terdengar cukup aneh, ingatan yang buruk. Popularitas ganja sebagai pengobatan menyebar ke seluruh Asia, Timur Tengah lalu turun ke wilayah pantai timur afrika, dan sekte-sekte Hindu tertentu di India menggunakan mariyuana (ganja) untuk kepentingan relijius dan pengobatan stress. Tabib dari zaman kuno juga memperingatkan akan penggunaan berlebihan dari mariyuana (ganja), mereka mempercayai bahwa konsumsi yang terlalu banyak dapat menyebabkan impotensi, kebutaan dan bisa memunculkan kemampuan “melihat setan”.

Pada akhir abad ke-18, edisi awal dari jurnal kedokteran Amerika merekomendasikan biji ganja dan akarnya untuk pengobatan kulit yang terbakar (inflamasi), kesulitan pencernaan dan penyakit kelamin. Dokter dari Irlandia, william O’Shaughnessy pertama kali mempopulerkan penggunaan medis mariyuana (ganja) di Inggris dan Amerika. Sebagai dokter yang bekerja untuk British East India Company, ia menemukan bahwa ganja mengurangi sakit rematik dan bisa membantu terhadap ketidaknyamanan dan mual pada kasus rabies, kolera dan tetanus.

Perubahan sikap Amerika terhadap tanaman ganja muncul pada akhir dari abad ke-19, ketika diantara dua sampai lima dari populasi Amerika Serikat diketahui mengalami kecanduan terhadap morfin, sebuah resep rahasia namun populer pada obat-obatan paten dengan nama yang beragam seperti “The Peoples’s Healing Liniment for Man or Beast” dan “Dr Fenner’s Golden Relief”. Untuk mencegah lebih banyak lagi masyarakat yang disapu oleh kecanduan morfin-mengeluarkan Golden Relief, pemerintah memperkenalkan Pure Food and Drug Act pada tahun 1906, menciptakan Food and Drug Administration (FDA). Sementara ia tidak mengatur mengenai mariyuana (ganja) dan hanya mengatur distribusi dari opium dan morfin dibawah pengawasan dan kontrol dokter, regulasi dari zat-zat kimia adalah pergeseran utama pada kebijakan obat-obatan di Amerika.

Belum pernah sebelum tahun 1914 penggunaan obat didefinisikan sebagai sebuah tindak kriminal, di bawah Harrison Act. Untuk menghindari isu hak negara bagian, undang-undang menggunakan pajak untuk meregulasi opium- dan obat-obatan turunan dari tanaman koka: UU ini menghapus pajak terhadap penggunaan non-medis dari obat-obatan yang jauh lebih tinggi dari harga obat itu sendiri, dan menghukum semua yang menggunakan obat tanpa membayar pajak. Pada tahun 1937, dua puluh tiga negara bagian telah melarang ganja : beberapa untuk menghentikan pecandu morfin untuk memakai obat jenis baru, dan beberapa sebagai tekanan terhadap imigran-imigran Meksiko yang baru mulai berdatangan , terutama yang membawa obat ini (ganja) bersama mereka.

Dengan pengecualian selama Perang Dunia ke-2, ketika pemerintah menanam sejumlah besar ganja untuk mensuplai kebutuhan tali tambang dari Angkatan Laut serta menggantikan suplai serat ganja dari Asia yang sudah dikuasai oleh Jepang, mariyuana (ganja) dikriminalkan dan hukuman yang lebih berat diterapkan. Pada tahun 1950-an Kongres mengesahkan “Bogss Act” dan “Narcotic Control Act”, yag menjadi dasar hukuman minimum bagi pelanggaran penggunaan obat, termask kepemilikan dan distribusi mariyuana.
Terlepas dari undang-undang mariyuana pada tahun 1970-an, pemerintahan Reagan juga menerapkan kebijakan terhadap obat-obatan yang keras kepada mariyuana. Namun tetap, kecenderungan jangka panjang adalah kepada relaksasi : Hari ini, dua belas negara bagian telah menerapkan setidaknya sebuah bentuk dari dekriminalisasi mariyuana.

Betapa Keyakinan dan Paradigma, memang sangat menentukan sekali dalam hidup dan kehidupan manusia, sehingga sesuatu yang sesungguhnya memiliki nilai dan energi yang sangat bermanfaat bagi manusia, bisa berubah fungsi menjadi sesuatu yang merusak, membunuh dan menghancurkan diri manusia itu sendiri oleh karena Keyakinan dan Paradigma manusia itu sendiri. Sebagaimana manfaat dari pohon atau tanaman Ganja ini yang sesungguhnya memiliki manfaat yang teramat sangat besar dan memiliki nilai kemuliaan yang sangat tinggi, manfaat tanaman ganja sebagai berikut : Mengaktifkan seluruh sistem sel, menyehatkan jiwa dan raga, termasuk menyembuhkan segala penyakit, mencerdaskan intelektual, emosional dan spiritual, efektif untuk penggunaan otak kanan, sangat bermanfaat untuk penelitian dan pengkajian IPTEK, bermanfaat untuk membangkitkan energi alam bawah sadar, bermanfaat untuk membuka rahasia kekuatan alam bawah sadar yang maha dahsyat, bermanfaat untuk mengembalikan Jatidiri Kemanusiaan yang sesungguhnya. Namun karena keyakinan dan paradigma manusia negatif sehingga daun keabadian ini pun menjadi diharamkan.

Ganja sebagai obat bukanlah hal yang baru di belahan dunia timur, namun tidak demikian di belahan dunia barat. Dr. O’Shaughnessy membawa dan mempopulerkan ganja sebagai obat dari India ke Inggris pada tahun 1840.Tidak lama kemudian Dr. Sir Russel Reynolds, seorang dokter pribadi dari Ratu Victoria dengan yakin memberikan resep ekstrak ganja cair kepada sang Ratu. Sejak saat itu Ratu memakainya setiap bulan untuk menghilangkan sakit datang bulan. Sebelumnya Ratu Victoria menggunakan opium, kokain, anggur dan bahkan kloroform untuk menghilangkan rasa sakit datang bulan yang ia alami.

Kemudian Dr Reynolds membuat pernyataan dalam edisi perdana salah satu jurnal kedokteran tertua di Inggris, “The Lancet”, bahwa ganja “Bila dalam keadaan murni dan diberikan dengan hati-hati, adalah salah satu obat paling berharga yang kita miliki”.
Sementara “American Medical Association” (AMA), mengklaim bahwa ganja tidak memiliki nilai medis, industri farmasi besar malah sibuk mendapatkan paten untuk produk-produk berbasis marijuana (ganja).
Posisi pemerintah Amerika Serikat yang menolak riset dan penggunaan medis marijuana adalah kebijakan publik yang irasional dan bobrok secara moral. Mengenai poin ini, sedikit warga Amerika yang tidak setuju. Mengenai pertanyaan “mengapa” pejabat-pejabat pemerintah federal masih mempertahankan kebijakan yang tidak manusiawi dan tidak fleksibel ini, adalah cerita yang lain.
Satu teori populer yang berusaha untuk menjelaskan pelarangan pemerintah federal yang tampak tidak bisa dijelaskan terhadap ganja sebagai obat medis berbunyi seperti ini : Baik pemerintah Amerika Serikat maupun industri farmasi tidak akan mengizinkan penggunaan ganja (marijuana) sebagai pengobatan medis karena mereka tidak bisa mematenkannya atau mengambil keuntungan darinya.
Ini adalah teori yang menarik, namun saya telah menemukannya tidak akurat maupun persuasif. Inilah kenapa;


Pertama, biarkan saya menyatakan hal yang jelas. Industri farmasi besar sedang sibuk mendaftarkan – dan telah menerima – beragam paten untuk khasiat pengobatan dari ganja. Ini adalah termasuk kepada turunan sintetis dari ganja (seperti pil oral yang mengandung THC, Marinol), agonis cannabinoid (agen sintetis yang mengikat kepada reseptor endocannabinoid otak) seperti HU-210 dan antagonis ganja seperti Rimonabant. Kecenderungan ini baru-baru saja diringkas dalam makalah NIH (National Institute of Health) yang berjudul, “Sistem endocannabinoid sebagai sasaran yang sedang berkembang dalam bidang farmakoterapi,” yang menyimpulkan, “Minat yang terus bertumbuh terhadap ilmu pengetahuan yang mendasari pengobatan ganja telah ditandingi oleh pertumbuhan jumlah obat cannabinoid dalam perkembangan farmasi dari 2 pada tahun 1995 hingga 27 pada tahun 2004. “Dalam kata lain, pada saat yang sama American Medical Association memproklamirkan bahwa ganja tidak memiliki nilai medis, industri farmasi besar malah sedang dalam kegilaan untuk mengeluarkan lusinan obat berbasis ganja baru ke pasar.

Tidak juga semua obat-obatan ini akan berupa pil sintetis. Yang tercatat, semprotan oral dari perusahaan GW Pharmaceutical, Sativex, adalah ekstrak alamiah ganja dalam dosis yang telah dibuat standard. (Ekstrak ini, terutama THC dan senyawa anxiolytic yang non-psikoaktif, CBD, diambil langsung dari tanaman marijuana/ganja yang ditumbuhkan dalam gudang perusahaan yang tertutup.)


Apakah minat yang mendadak berkembang dari industri farmasi besar pada penelitian dan pengembangan obat-obatan berbasis ganja berarti bahwa kalangan industri secara proaktif mendukung pelarangan mariyuana/ganja? Tidak jika mereka tahu apa yang baik bagi mereka. Biarkan saya menjelaskan.

Pertama, setiap dan semua obat-obatan berbasis ganja harus diberikan persetujuan dari badan pengaturan federal seperti FDA (Food & Drug Administration) Amerika Serikat – sebuah proses yang lebih didasari oleh politik daripada kemajuan ilmiah. Kemungkinannya adalah bahwa pemerintah yang masih bersikap negatif terhadap ganja tanpa alasan yang masuk akal juga akan bersikap negatif terhadap memberikan keputusan terhadap farmasi berbasis ganja.

Sebuah contoh dari ini dapat ditemukan pada penolakan terbaru “Medicine and Health Products Regulatory Agency” (agen regulasi produk-produk kesehatan) dari Sativex sebagai obat resep di Amerika Serikat dan Inggris Raya. (Perusahaan ‘ayah’ Sativex, GW Parmaceuticals, bermarkas di London.) Dalam tahun-tahun terakhir, politisi Inggris telah mengambil garis keras terhadap penggunaan rekreasional dari mariyuana – Memuncak pada deklarasi perdana menteri Gordon Brown bahwa ganja hari ini memiliki “kualitas mematikan.” (tidak lama kemudian, parlemen memutuskan untuk memerberat hukuman/penalti kriminal terhadap kepemilikan dari obat dari mulai peringatan verbal hingga lima tahun hukuman penjara.) Dalam lingkungan seperti ini tidaklah mengherankan bahwa pembuat peraturan di Inggris telah dengan tegas menolak untuk melegalisasi obat-obatan berdasar ganja, bahkan sebuah obat dengan catatan keamanan yang sangat bersih seperti Sativex? Sebaliknya, pembuat undang-undang Kanada – yang memiliki pandangan yang lebih liberal terhadap penggunaan ganja alamiah dan melaksanakan distribusinya kepada pasien yang berhak – akhir-akhir ini telah menyetujui Sativex sebagai obat-obatan resep.

Tentunya, mendapatkan persetujuan perundang-undangan barulah setengah dari pertempuran. Hambatan utama bagi industri farmasi besar adalah menemukan konsumen untuk produknya. Disini lagi, sebuah kebudayaan yang akrab dengan dan mendapat pengetahuan mengenai kegunaan pengobatan ganja akan cenderung lebih terbuka terhadap penggunaan obat-obatan berbasis ganja daripada populasi yang masih tersangkut dalam cengkeraman film propaganda seperti “Reefer Madness”. [baca : Konspirasi Ganja : Tanaman Multi Manfaat Yang Dilarang]

Akankah pasien-pasien yang telah memiliki pengalaman langsung dengan penggunaan medis ganja yang alami beralih ke obat-obatan farmasi berbasis ganja jika suatu saat tersedia dengan legal? Mungkin tidak, namun individu-individu ini hanya menyusun sebagian kecil dari populasi Amerika Serikat. Tentunya banyak yang lain akan beralih – termasuk banyak pasien-pasien berumur tua yang tidak pernah berminat untuk mencoba atau mencari ganja yang alami. Intinya, terlepas dari apakah ganja legal atau tidak, obat-obatan farmasi berbasis ganja tanpa ragu akan memiliki daya tarik yang luas.

Tetapi tidakkah ketersediaan legal dari ganja akan mendorong pasien untuk lebih sedikit menggunakan obat-obatan farmasi secara keseluruhan? Mungkin, walau sangat kecil kemungkinannya akan mempengaruhi “maksud utama” industri-industri farmasi besar.

Yang pasti, kebanyakan individu di Belanda, Kanada dan Kalifornia – tiga daerah dimana ganja untuk medis adalah legal dan juga mudah didapat pada pasar terbuka – menggunakan obat-obatan resep, dan bukan ganja, untuk mengobati penyakit mereka. Lebih lanjut, terlepas dari ketersediaan sejumlah besar obat herbal dan tradisional seperti Echinacea, Witch Hazel, dan Eastern hemlock, kebanyakan warga Amerika terus berpaling kepada produk farmasi sebagai obat pilihan mereka.

Haruskah munculnya pengobatan alernatif dengan ganja yang legal akan memicu atau membenarkan kriminalisasi dari pasien yang menemukan penyembuhan yang lebih superior dari tanaman ganja alamiah? Tentunya tidak. Namun, sebagaimana sektor swasta terus bergerak ke depan dengan penelitian mengenai keamanan dan keberhasilan dari farmasi berbasis ganja, akan menjadi lebih sulit bagi pemerintah dan penegak hukum untuk mempertahankan kebijakan mereka yang absurd dan tidak logis dari melarang ganja secara keseluruhan.

Tentunya, jika tidak karena advokat yang telah bekerja selama empat dekade untuk melegalkan ganja untuk pengobatan medis, kecil kemungkinan bahwa siapapun – terutama industri farmasi – akan mengalihkan perhatian mereka kepada perkembangan dan pemasaran dari obat-obatan yang berbasis ganja. Dalam kata lain, saya tidak akan menahan nafas saya untuk menunggu akan datangnya cek royalti apapun.
Oh ya, dan bagi mereka yang mengklaim bahwa pemerintah Amerika Serikat tidak bisa mematenkan ganja untuk obat medis, bisa memeriksa Paten US no. #6630507.

Paul Armentano adalah analis kebijakan senior di Yayasan NORML (National Organization for the Reform of Marijuana Laws) , Washington, DC.

Sumber : wikipedia , filsafat.kompasiana.com , id.netlog.com , dan keajaiban-medis-ganja.blogspot.com

Sehat Ala Rasulullah SAW

0 komentar

 

Dalam postingan kali ini, saya ingin membahas tentang Sehat Ala Rasulullah. Rasulullah adalah teladan kita semua. Rasul sangat pandai dan cerdas dalam menjaga kesehatan, sehingga dalam seumur hidupnya Rasul hanya mengalami sakit 2 kali, bayangkan saja dalam 63 tahun hanya 2 kali. sedangkan kita mungkin sudah tidak terhitung jari.
Beliau mempunyai pola makan yang dianjurkan untuk ditiru. dikenal dengan Diet Ala Rasulullah. Bila kita menerapkannya InsyaAllah kita akan dijauhkan dari sakit perut.
Hindari makan sebelum tidur. Beraktifitaslah terlebih dahulu sebelum tidur agar pencernaan lancar.
  • Hindari makan daging dengan ikan.
  • Hindari makan susu dengan daging.
  • Hindari makan ayam dengan susu.
  • Hindari makan ikan dengan susu.
  • Hindari makan ikan dengan daun salad.
  • Hindari makan ikan dengan telur.
  • Hindari makan buah dengan susu.
  • Hindari makan buah setelah nasi.
  • Hindari makan susu dengan cuka.
  • Hindari makan makanan darat yang dicampur bersama makanan laut.
  • Hindari makan setelah Isya’, karena menyebabkan kolesterol bertambah.
Telah dibuktikan oleh ilmuwan yang menemukan bahwa dalam ikan terkandung ion- sedangkan dalam daging ayam mengandung ion+. Apabila makanan kita adalah campuran dari keduanya akan terjadi reaksi biokimia yang menyebabkan kerusakan pada usus kita.
Sudah jelas bukan? Semoga bermanfaat bagi anda.

Pengendalian Biologi dan Kesehatan, Konspirasi di Balik Terciptanya Pandemi Untuk Pemusnahan Massal Manusia

1 komentar

Hidup di dunia ini bagaikan hidup di arena tipu muslihat dan penghianatan. Sejak Adam a.s. diturunkan ke muka bumi, selalu saja ada pertentangan antara kebaikan dan keburukan. Lalu sejak zaman Mesir kuno dunia sudah mengenal pertentangan itu sebagai konspirasi. Era-pun berganti, jika salah satu konspirasi zaman dahulu dibuat oleh tukang batu (freemasonry). Maka sejak Era Industri, dunia sudah membuat periode konspirasi  yang termutakhir yaitu pengendalian biologi.

Dibalik Pemusnahan Suku Indian

Jauh sebelum Amerika Serikat terbentuk menjadi sebuah negara, kekuatan yang mengatur dan mengendalikan tanah yang baru tersebut adalah terorisme, pemusnahan masal, dan perang biologi melalui penyebaran kuman-kuman dan penyakit-penyakit terhadap penduduk aslinya. Salah satu penyerangan yang tercatat dalam sejarah adalah yang dilakukan oleh Jendral Jeffrey Amherst.
Beberapa data yang tertuang dalam The Atlas of the North American Indian, and the Conspiracy of Pontiac and the Indian War after the Conquest of Canada, menunjukkan bahwa pahlawan militer yang terkenal ini, telah “menyetujui” pendistribusian selimut dan sapu tangan yang telah terkontaminasi bibit cacar untuk digunakan sebagai alat perang wabah penyakit terhadap Indian Amerika.Bahkan ada bukti tertulis berupa surat yang ditulis sendiri oleh Jeffrey Amherst. Dalam suratnya kepada Kolonel Henry Bouquet, Komandan angkatan bersenjata Inggris, Jenderal Amherts bertanya :
“Tidak bisakah diatur suatu cara bagi pengiriman bibit campak kepada suku-suku Indian yang tidak menyenangkan itu? Dalam hal ini kita harus menggunakan berbagai strategi untuk dapat mengurangi jumlah mereka.” 
Bouquet menjawab,
“Saya akan mencoba untuk menularkan penyakit tersebut kepada mereka melalui selimut-selimut yang akan jatuh ke tangan mereka dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak ikut tertular.”
Sangat jelas terdokumentasikan dalam catatan milik William Trent tertanggal 24 Mei 1763, seorang komandan militer lokal dari Pittsburgh.
“Kami memberi mereka dua selimut dan sebuah sapu tangan yang kami ambil dari Small Pox Hospital. Saya harap hal itu akan menimbulkan dampak yang diharapkan.”
Epidemi cacar secara cepat tersebar diantara lelaki, wanita dan anak-anak suku Pontiac (suku Indian). Jenderal Amherst sangat terkesan atas hasil yang sangat efektif pada perang kuman tersebut, sehingga dalam suratnya kepada kolonel Henry Bouquet tertanggal 16 Juli 1763, dia mengesahkan Perang Biologi sebagai kebijakan resmi Amerika dan memerintahkan penyebaran selimut-selimut yang telah terinfeksi campak untuk “memusnahkan para Indian” dan menyarankan agar Bouquet mencoba metode-metode lain yang dapat memusnahkan ras yang buruk ini. Dalam suratnya tertanggal 26 Juli 1763, Bouquet menjawab surat Amherst dan mengkonfirmasikan bahwa;
“Seluruh petunjuk anda akan kami perhatikan”
Seratus tahun kemudian, Secara berkala, penggunaan kuman sebagai senjata dalam peperangan telah menjadi kebijakan AS. Secara berkala, sepanjang abad ke 19, angkatan bersenjata AS menyebarkan selimut-selimut dan benda-benda lain yang telah terkontaminasi bibit penyakit kepada suku asli Amerika, termasuk mereka yang telah ditahan di kamp-kamp konsentrasi (Pemerintah secara resmi menyebut lokasi ini sebagai wilayah reservasi/reservations. Tujuan dari serangan biologi ini adalah untuk memusnahkan dan membunuh sebanyak mungkin Indian Amerika, jika tidak menghancurkan mereka semua.

Pemerintahan awal Amerika, juga kemudian Pemerintahan Amerika Serikat yang berdiri secara sah, tidak pernah menganggap Suku asli Amerika sebagai manusia. (Mereka menganggap suku asli sebagai makhluk yang tidak diinginkan, dan berkualitas dibawah manusia).

Agen penyebar penyakit yang digunakan yang tercatat dalam sejarah bukan hanya cacar. Saat ini merekapun menggunakan Variola, yang dapat disimpan dalam kondisi kering, juga kolera dan cacar. Metoda penyebaran yang mereka pilih masih melalui penyebaran selimut-selimut dan alat-alat lain yang didistribusikan kepada para Indian.

Di tahun 1900, Angkatan bersenjata Amerika Serikat mulai bereksperimen dengan berbagai macam senjata biologi, sebagian diantaranya digunakan pada tahanan perang baik warga Amerika maupun asing. Para korban termasuk lima orang tahanan warga Filipina yang tercemar berbagai macam jenis penyakit, dan 29 tahanan yang secara sengaja ditularkan penyakit beri-beri.

Di tahun 1915, Agen-agen pemerintah mulai melakukan percobaan dengan racun-racun yang dapat menyerang dan menghancurkan otak dan sistem syaraf pusat. Dua belas orang Amerika yang ditahan di penjara Mississippi tercemar pellagra (kekurangan Vitamin B3 atau niacin).

Warga Puerto Rico yang Malang

Pada tahun 1931, Dr. Cornellius Rhoads, seorang agen pemerintah yang dikontrak oleh Rockefeller Institute for Medical Investigation, mulai menginjeksi laki-laki, perempuan dan anak-anak dengan sel-sel kanker. Sebagai Ketua Divisi Senjata Biologi Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, dan juga sebagai anggota komisi energi atom, Rhoads menjalankan radiasi rahasia yang dilakukan terhadap ribuan warga AS yang tidak dicurigai.
Dalam surat-suratnya untuk Departermen Pertahanan, Rhoads secara gambalang  menyebutkan “pembasmian“  para pemberontak dengan menggunakan “bom kuman“. Pada saat ditanya mengenai penduduk Puerto Rico, Dr. Rhoads menulis:
”Yang dibutuhkan kepulauan itu bukanlah pekerjaan bagi kesehatan umum, tetapi sebuah ombak pasang, yang dapat menghabiskan seluruh populasi.”
Dr. Rhoads lebih lanjut mengatakan,
“Orang-orang Puerto Rico adalah ras manusia yang paling jorok, paling malas,  paling berbahaya dan ras pencuri yang pernah hidup di bumi ini. Saya telah melakukan yang terbaik yang saya mampu untuk melakukan proses pemusnahan, dengan melakukan proses pembunuhan terhadap delapan dan mentransplantasi kanker ke beberapa lagi…. Semua ahli kesehatan menerimanya dengan senang hati dalam penyiksaan atas korban yang tak berdaya.”
Dr. Rhoads mengklaim telah menginjeksi ratusan orang Puerto Rico dengan sel kanker.

Eksperimen Siphilis

Pada 1931, Pemerintah Amerika Serikat mulai melakukan eksperimen dengan siphilis. Korban pertama yang dikenal adalah seorang kulit hitam yang tinggal di Tuskegee, Alabama. Di tahun 1932, dokter-dokter pada Pelayanan Kesehatan Umum tidak melakukan pengobatan terhadap  pasien yang terinfeksi dalam dalam rangka mempelajari perkembangan penyakit tersebut pada subjek hidup. Para pasien tidak mengetahui bahwa mereka dijadikan eksperimen pada studi yang diakui secara resmi oleh pemerintah itu. Mereka pikir mereka mendapatkan pengobatan untuk penyakitnya. Padahal, mereka diberi obat-obatan palsu.
Sepuluh tahun berikutnya, ribuan warga Amerika terekspos berbagai macam agen biologi dan kimia. Ini termasuk 400 tahanan di penjara Chicago pada tahun 1942. Mereka semua terinfeksi malaria dalam rangka memperoleh “profil dari penyakit tersebut”.
Pemerintah Amerika Serikat juga memberika izin bagi Komisi Energi Amerika untuk secara rahasia menginjeksi pasien-pasien rumah sakit dengan Plutonium agar mendapatkan “Profil” efek jangka panjang. Sebagian besar individu ini menjadi sakit parah dan kemudian meninggal.

Anthrax

Amerika Serikat dan Inggris mulai melakukan kerja sama dalam pengembangan “Bom Anthrax” yang mereka rencanakan untuk dijatuhkan di kota-kota di Jerman. Target potensial termasuk juga Berlin, Hamburg, Frankfurt, Aachen dan Wilhelmshafen.
Karena Jerman menyerah sebelum bom-bom Antrhax ini diuji pada penduduk Jerman, (target nonmiliter) bom biologis itu kemudian dijatuhkan di pedesaan Gurnard, sebuah pulau di sebelah barat laut Skotlandia. Sebagian besar sapi dan penduduk desa mengidap penyakit parah dan kemudian tewas, dan pulau tersebut tak berpenghuni hingga 45 tahun lamanya.
Begitupun dengan yang dikirimkan USA pada perang teluk yang mematikan ke militer Irak. Sebagian propaganda menyebutkan bahwa USA mengirim beberapa senjata biologi dan kimia untuk Saddam Husein, untuk memusnahkan suku Kurdi yang justru menjadi ujung tombak sendiri bagi Saddam Hussein. Hal ini juga diduga sebagai bahan laporan untuk penelitian ilmuwan mengenai efek-efek yang ditimbulkan dari bahan tersebut.
“FBI menutup-nutupi fakta karena mereka tahu bahwa serangan Anthrax itu adalah pekerjaan orang dalam” (Dr. Barbara Hatch R.)

 

OPERATION PAPERCLIP

Pada akhir masa Perang Dunia II, Amerika Serikat memperkerjakan ratusan dokter NAZI dan Jepang yang telah melakukan eksperimen-eksperimen yang sadis  dan tidak manusiawi terhadap tahanan perang. Salah satu dokter sadis yang telah melakukan berbagai kejahatan terhadap manusia melalui eksperimen-eksperimennya adalah Direktur Angkatan Kerajaan Jepang unit perang biologi, Dr. Ishii.
Dr. Ishii bereksperimen dengan shyphilis, typhoid-laced tomatoes, tetanus, plague-infected fleas, selain juga bom-bom bibit penyakit yang dijatuhkan ke penduduk sipil dan tahanan yang diikat telanjang di tiang kayu guna melakukan eksperimen.

 

Kelahiran HIV/AIDS

Hingga akhir 1960-an, Ilmuwan-ilmuwan di bawah pengawasan CIA, di Divisi Operasi khusus Fort Detrick, laboratorium dengan keamanan tingkat tinggi, mulai memperoleh kemajuan yang signifikan dalam pengembangan penyakit-penyakit yang menyerang sistem imun tubuh.
Pada tahun 1969, Dr. Robert MacMahan dari Departemen Pertahanan meminta dan menerima $ 10 juta dana dari kongres AS untuk mengembangkan agen Biologi buatan yang tidak ada imunitas alami yang dapat menahannya.
Dalam Kongres dia mengatakan :
Ada dua hal tentang bidang agen biologi yang ingin saya sebutkan. Pertama adalah kemungkinan kejutan teknologi. Biologi molekuler adalah bidang yang berkembang sangat cepat dan ahli-ahli biologi terkenal percaya bahwa dalam periode waktu 5 hingga 10 tahun akan sangat mungkin diciptakan sebuah agen biologi buatan, suatu agen yang secara alami tidak ada, dan dimana imunitas alami pun tidak ada. Dalam 5 hingga 10 tahun, sangat mungkin untuk diciptakan mikroorganisme penyakit yang dapat dibedakan dalam aspek-aspek tertentu dari organisme-organisme penyakit lainnya. Yang terpenting dari semua ini adalah penyakit tersebut kebal terhadap proses imunisasi atau terapi apa pun di saat kita hendak melepaskan diri dari penyakit ini

Jakob Segal, mengungkapkan bahwa USA telah berhasil menciptakan AIDS untuk disebarkan kepada manusia. Menurut Segal, HIV/AIDS diciptakan di Fort Detrick, Maryland, dengan cara menggabungkan genom Viral dari Visna dan HTLV-1, karena keduanya hampir identik dengan HIV genome.
Pada  1957, saat melakukan eksperimen vaksin polio, Dr. Hillary Koprowski, menggunakan jaringan ginjal monyet yang telah dijangkiti virus yang dekat dengan AIDS, SV40, kemudian mengawasi proses injeksi vaksin yang telah terkontaminasi tersebut terhadap ratusan ribu orang negro Afrika. Anehnya mengapa percobaan itu tidak dilakukan saja kepada orang-orang Amerika sendiri. Meskipun begitu ia menolak bahwa ia ikut dalam penciptaan HIV/AIDS dan Koprowski juga menolak jika mereka menciptakan vaksin polio dengan ginjal monyet.


Pada 1978, Centers for Disease Control (CDC) mulai mengeluarkan advertensi bagi homoseksual yang ingin berpartisipasi dalam “Percobaan vaksin Hepatitis B“. Percobaan pertama yang dilakukan oleh CDC adalah di New York, Los Angeles, San Fransisco, pada tahun yang sama. Pada tahun 1981 kasus AIDS pertama diketahui terjangkit pada laki-laki homoseksual di New York, Los Angeles, dan San Fransisco, membangkitkan spekulasi bahwa AIDS mungkin telah di tulari melalui vaksin Hepatitis B.
Wangari Maathai mengungkapkan bahwa dia yakin AIDS adalah senjata biologi yang sengaja diciptakan.
“Sebagian orang mengatakan bahwa AIDS datang dari monyet, tapi saya meragukan hal itu, karena kami telah hidup bersama-sama monyet sejak dahulu kala, yang lain mengatakan bahwa hal itu merupakan kutukan tuhan, tapi saya katakan itu tidak mungkin”
“saya tidak memiliki gambaran siapa yang menciptakan AIDS dan apakah itu merupakan suatu agen Biologi atau bukan. Tapi saya tahu pasti hal-hal seperti itu tidak akan begitu saja jatuh dari langit. Saya selalu berpikir bahwa sangat penting untuk menyampaikan kebenaran kepada setiap orang, tapi saya rasa ada beberapa kebenaran yang tidak boleh terlalu diekspos”

 

Flu Burung

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menuduh World Health Organization (WHO) dan USA melakukan konspirasi dalam pengumpulan sampel-sampel virus flu burung dan produksi-produksi vaksinnya. (The Jakarta Post/03/16/2008).
“Saya katakan kepada WHO bahwa mekanisme mereka dalam mengumpulkan virus-virus dari negara-negara berkembang sangat tidak adil. Cara yang sama sebuah negara imperialis memperlakukan koloninya”
Selanjutnya ibu Siti Fadilah Supari marah  ketika mengetahui sampel H5N1  yang ia kirimkan ke WHO ternyata digunakan secara ekslusif oleh 15 orang ilmuwan di laboratorium Amerika Serikat di Los Alamos.
(Saya rasa Indonesia sangat beruntung memiliki beliau)

NAMRU

Siti Fadilah Supari pernah berkata dalam sebuah wawancara, bahwa laboratorium Media Angkatan Laut AS (NAMRU) yang berada di Indonesia untuk melakukan penelitian atas penyakit-penyakit tropis sama sekali tidak memberikan keuntungan apapun pada negara tuan rumah, dan tidak transparan dalam operasinya. Menteri mengatakan bahwa laboratorium Angkatan Laut AS di Jakarta telah menerima sampel virus dari seluruh bagian Indonesia, tetapi sekarang sudah dihentikan.
“Kami tidak tahu apa yang terjadi dengan virus-virus yang kami kirimkan itu.”

Endang Rahayu Sedyaningsih adalah salah satu WNI yang berwenang atas keberadaan laboratorium Namru 2 (Naval Medical Research Unit/NAMRU-2), wanita yang pernah menjadi staf litbang Depkes ini, dituding oleh mantan Menkes sebelumnya, Siti Fadilah Supari, sebagai orang yang mengirimkan spesimen virus influenza A (H5N1) ke laboratorium NAMRU-2 saat Departemen Kesehatan yang saat itu dia pimpin memutuskan untuk menghentikan pengiriman spesimen guna memprotes mekanisme pertukaran virus WHO yang tidak adil.
Dia memiliki akses untuk keluar masuk dengan bebas di Namru. Aktivitasnya ini kemudian diketahui oleh Siti. Karena ketahuan itulah kemudian Endang dimutasi jabatannya dan diminta untuk minta maaf kepada Siti Fadilah.

Mengenai kedekatannya dengan orang-orang di laboratorium riset Angkatan Laut Amerika ini, Endang mengatakan sebagai peneliti dia sering berhubungan dengan lembaga-lembaga riset di dalam dan luar negeri termasuk Namru 2 dan mengenal orang-orang yang bekerja di sana.
“Jadi saya dekat dengan Namru, saya dekat dengan Belanda, saya dekat dengan NIID (National Institute of Infectious Diseases) di Jepang, saya dekat dengan China, ada penelitian malaria. Sebagai peneliti kita dekat dan bekerja sama. Jadi tidak ada saya dekat dengan ini, tidak dekat dengan itu. Itu semua berbasis profesional kerjasama,”  tegas Menkes Endang Rahayu ketika ditanya perihal kedekatannya dengan Namru, Kamis (22/10).

 

Kematian Para Ilmuwan

Lee Jong-woo (61)

Meninggal dunia pada 22 Mei 2006 , disebabkan oleh gumpalan darah pada otaknya. Dia memimpin perjuangan organisasinya untuk melawan ancaman global Flu Burung, AIDS, dll. Dirjen WHO sejak 2003, Lee adalah pejabat Internasional ternama yang tidak memiliki riwayat sakit. 



Dr. Mario Alberto Vargas Olvera (52)
Meninggal dunia 6 Oktober 2007, karena beberapa luka benda-benda tumpul di kepala dan lehernya. Polisi mengkategorikannya sebagai pembunuhan. Ia adalah seorang ahli biologi yang terkenal secara nasional dan internasional.  

 Robert J. Lull

Meningggal 19 Mei 2005, meninggal karena motif perampokan yang aneh. Inspektur bagian pembunuhan mengatakan :
“Seorang perampok pada umumnya akan mengambil lebih banyak benda-benda berharga korban ketimbang kartu kredit korban”. Lull adalah mantan Kepala the American College of Nuclear Physicians, the San Fransisco Medical Society, dan juga bertindak sebagai editor jurnal San Fransisco Medicine.

 

 

Bagaimana Virus dan Bakteri Bisa Dikendalikan Sebagai Senjata Biologi

 Sebetulnya saya belum begitu paham dengan mekanisme penciptaan virus. Namun dari sebuah buku pelajaran, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa Virus atau Bakteri dapat di ciptakan dari Mutasi Biologis. Dalam komposisi mutagen yang memiliki kemampuan untuk mengubah kondisi DNA suatu sel, sehingga akan mengalami mutasi. Pada akhirnya bakteri atau virus dapat diciptakan sebagai vaksin ataupun senjata biologi.

Perkembangan penduduk adalah isu yang sangat besar yang dihadapi dunia pada tahun-tahun mendatang, sebuah dunia dengan penghuni 10 juta manusia bukanlah dunia yang ingin kita tinggali. Apakah kondisi dunia ini tidak dapat kita hindarkan? Ada dua cara yang memungkinkan kondisi dunia seperti itu dapat dicegah. Apakah dengan  menurunkan jumlah kelahiran atau tingkat kematian meningkat. Tak ada cara lain.” (Robert Mc Namara, Presiden, World Bank, Mantan menteri pertahanan)
Perlu saya perjelas, tidak ada maksud saya untuk menakut-nakuti pembaca dan saya sendiri juga bukan ketakutan. Saya hanya ingin memberi tahu apa yang saya tahu.

Setiap Penyakit Ada Obatnya

0 komentar


Di antara rahmat Allah bahwa bagaimanapun berat dan memayahkannya suatu penyakit, namun Allah hendak memberikan bagi seorang hamba, pasti si hamba akan diberi kemudahan mendapat obat yang mujarab dan penyembuhan yang efektif. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah akan menurunkan obatnya.”(Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim)

Akan tetapi di samping taufiq dari Allah, kesembuhan itu harus memenuhi beberapa hal. Coba perhatikan kisah Nabi, kekasih Allah, mengetuk jiwa orang yang penuh keyakinan:

“Dan apabila aku sakit, maka Dia (Allah) akan memberikan kesembuhan…”(Asy-Syu’ara: 80)

Penyembuh sesungguhnya hanyalah Allah, yang menghilangkan bala bencana hanyalah Allah semata.
Seorang ahli ruqyah atau pengobatan dengan ruqyah, dokter, obat-obatan dan berbagai sarana lain terkadang dijadikan jalan oleh Allah untuk mempermudah kesembuhan. Maka hendaknya kita menjadikan ketawakalan kita kepada Allah, kebergantungan kita  kepada-Nya untuk memperoleh kemenangan dengan kesehatan dan keselamatan di dunia, serta keselamatan dan kejayaan di akhirat kelak.

Kalau kita tertimpa musibah, hendaknya kita percaya kepada Allah dan bersikap ridha terhadap-Nya. Yang menghilangkan musibah hanyalah Allah, dan Allah itu Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana. Allah tidak akan melakukan sesuatu dengan sia-sia. Allah juga Maha Penyayang, kasih saying-Nya amatlah beragam. Setiap kali Allah menetapkan takdir, pasti menjadi yang terbaik buat hamba-Nya. Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Mukmin itu sungguh ajaib!! Sesungguhnya apabila Allah Azza wa Jalla memutuskan suatu perkara, pasti akan menjadi kebaikan buat dirinya!!” (Diriwayatkan oleh Ahmad)
Syarat lain, melakukan pengobatan dengan ruqyah yang disyari’atkan dari Kitabullah dan Sunnah Rasul.
Allah berfirman:”Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman..”(Al-Israa: 82)

Dengan tekad kesembuhan yang akan Allah berikan, kita harus bertekad untuk meruqyah diri kita dengan menggunaan Al-Qur’an dan cara-cara yang tercantum dalam hadits-hadits Nabi. Itu adalah kiat terbaik untuk menyembuhkan penyakit sekaligus menghilangkan musibah.

Contohnya dengan membaca surat Al-Fatihah, surat Al-Baqarah, surat Al-Ikhlas dan muawwidzatain (An-Naas dan Al-Falaq). Al-Qur’an sendiri, seluruhnya adalah obat dan rahmat.

Di antara bentuk doa dan dzikir yang disebutkan dalam hadits-hadits yang ada misalnya riwayat Aisyah –Radhiyallahu ‘anha- bahwa dahulu apabila seseorang mengeluhkan sesuatu kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam, atau bila orang tersebut terkena luka atau penyakit kulit, beliau akan melakukan sesuatu dengan jarinya –Sufyan bin uyainah, salah seorang perawi hadits ini, (mencontohkannya dengan) meletakkan jarinya di atas tanah kemudian mengangkatnya kembali-sambil berkata:

“Bismillah, tanah yang berasal dari bumi kita, dengan siraman air sebagian di antara kita, dan obat bagi penyakit yang diderita sebagian kita, dengan ijin Allah Rabb kita.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)

Masih dari Aisyah, diriwayatkan bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam pernah menjenguk salah seorang istrinya yang sedang sakit. Beliau mengusapkan tangan kanannya sambil mengucapkan:

“Ya Allah, Rabb sekalian manusia: Singkirkanlah penyakitnya, berikanlah kesembuhan. Sesungguhnya Engkau adalah Penyembuh, tidak ada kesembuhan melainkan dengan kehendak-Mu; kesembuhan yang tidak diiringi dengan penyakit lainnya.”(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)

Dari Utsman bin Al-Aash diriwayatkan bahwa ia pernah mengeluhkan penyakitnya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam, yaitu penyakit di tubuhnya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Letakkan tanganmu di bagian tubuhmu yang sakit, lalu ucapkanlah:”Bismillah, bismillah, bismillah. Lalu ucapkan kalimat berikut sebanyak tujuh kali:”Aku memohon perlindungan kepada Allah dengan kemuliaan dan kekuasaan-Nya, dari keburukan segala yang kudapatkan dan kukhawatirkan.”(Diriwayatkan oleh Muslim)

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma diriwayatkan bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Barang siapa menjenguk orang sakit sebelum saat kematiannya, lalu mengucapkan doa berikut sebanyak tujuh kali, :”Aku memohon kepada Allah yang Maha Agung, Rabb dari Arsy yang agung pula, agar memberi kesembuhan kepadamu,”pasti Allah akan memberikan kesembuhan kepadanya dari penyakitnya tersebut.”(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Muslim)

Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa Jibril pernah datang menjumpai Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam sambil bertanya: “Hai Muhammad, apakah engkau sedang sakit?” Beliau menjawab:”Ya” Jibril berkata:

“Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari segala penyakit yangmengganggumu, dari kejahatan jiwa dan kejahatan kekuatan ‘ain dari orang-orang yang hasad. Semoga Allah memberikan kesembuhan kepadamu. Dengan nama Allah, aku meruqyahmu.”(Diriwayatkan oleh Muslim)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma diriwayatkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam apabila tertimpa kesusahan, biasanya mengucapkan:

“Tidak ada yang berhak diibadahi secara benar kecuali Allah, Yang Maha Lembut lagi Maha Agung. Tidak ada yang berhak diibadahi secara benar kecuali Allah, Rabb dari Arsy yang agung. Tidak ada yang berhak diibadahi secara benar kecuali Allah, Rabb dari seluruh langit dan bumi dan Rabb dari Arsy yang mulia.”(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)

Dari Saad bin Abi WAqqash radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

Doa Dzun Nuun saat berada dalam perut ikan paus adalah sebagai berikut:
“Tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Engkau, Maha Suci Engkau; sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.”Apabila seorang muslim mengucapkan doa tersebut dalam kesulitan apapun, pasti doanya itu akan dikabulkan.”(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi)

Akan tetapi seluruh doa dan ruqyah tersebut membutuhkan hati yang khusu’, penuh ketundukan lagi kejujuran, serta memiliki keyakinan yang tulus, bukan hanya dibaca berulang-ulang untuk sekedar mencoba-coba atau mengisi kekosongan belaka.

Cara lain, yaitu berdoa.

Di samping seluruh doa-doa dan ruqyah yang telah disebutkan, sesungguhnya berdoa kepada Allah dan mengembalikan segalanya kepada Allah termasuk terapi terbaik. Bahkan doa adalah tujuan dan sasaran sesungguhnya saat orang tertimpa musibah.

Allah berfirman:”Kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk dan merendahkan diri…”(Al-An’aam:42)

Tidakkah terlintas di benak kita bahwa Allah Ta’ala menguji kita dengan penyakit tertentu agar Allah mendengar suara kita saat berdoa kepada-Nya, agar Allah melihat kita saat kita memohon kepada-Nya dengan penuh harapan…

Cobalah kita menadahkan tangan dan menitikkan air mata kita, menampakkan kelemahan dan rasa kebutuhan kita kepada Allah. Cobalah kita mengakui semua itu dan mengakui segala kelemahan diri kita. Niscaya kita akan memperoleh keridhaan Allah dan diberi pertolongan dengan dihindarkan dari marabahaya.

Cara lain, memanfaatkan shalat

Allah berfirman:”Dan carilah pertolongan dengan kesabaran dan shalat..”(Al-Baqarah: 45)
Konon apabila Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam didera kesulitan oleh suatu permasalahan, beliau segera melakukan shalat.”(Diriwayatkan oleh Ahmad)

Cara lain, memperbanyak sedekah.

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian dengan bersedekah.”(Shahih Al-Jaami’)

Cara lain, berobat dengan berbagai cara pengobatan yang diakui keberadaannya. Contohnya, mengkonsumsi madu, jintan hitam dan air Zamzam, atau menggunakan metode bekam.

Cara lain, menggunakan obat-obatan yang dihalalkan oleh Allah.